MOTIVASI: Pilih Rencana atau Spontan?

Motivasi, kepemimpinan ,motivasi, pemikiran positif, tanggung jawab, tindakan

Pilih Rencana atau Spontan?

Mereka yang gagal membuat rencana, pada dasarnya sedang merencanakan kegagalan.

Presiden AS, Barack Obama mengatakan bahwa impian adalah setengah dari rencana, rencana adalah setengah dari kerja keras, dan kerja keras adalah setengah dari keberhasilan. Sementara Andrie Wongso berpendapat, rencana ibarat peta, sekaligus kompas dalam kehidupan. Jika salah membaca peta, bisa jadi kita tidak punya arah dalam usaha menggapai impian. “Untuk itu tetapkan rencana dan jadikan rencana sebagai dasar sebuah tindakan untuk mencapai kesuksesan,” tegasnya.
Namun, Bob Sadino—pengusaha sukses nan nyentrik—berpendapat sebaliknya. Menurutnya, rencana bisa menjadi bencana. “Rencana adalah racun, rencana sama dengan bencana,” tegas Bob dengan gaya meyakinkan.
Menurutnya, orang-orang terpelajar kerapkali dipersulit oleh rencananya sendiri. Mereka sangat pintar membuat rencana dan berdiskusi untuk membuat sebuah langkah. Bahkan untuk merencanakan bisnis kecil saja membutuhkan penyusunan rencananya bisa berpuluh-puluh halaman, dimulai dengan latar belakang, maksud dan tujuan, waktu dan tempat, analisis kelayakan usaha, susunan organisasi, saran, dan penutup.
Untuk menyusun rencana itu pun mereka berdebat. Berbagai literatur harus dibahas demi kesempurnaan sebuah rencana. Namun, dengan rencana detil tersebut, rencana justru—sering—sulit dilaksanakan. Pasalnya, setiap hendak melangkah, banyak aspek yang harus dipertimbangkan dan perlu diperdebatkan. Sampai akhirnya, rencana tinggal rencana, tak jelas pelaksanaannya.
Menurut pandangan Bob, orang-orang pintar tersebut justru terlihat bodoh, meskipun pintar menyusun rencana. Mereka menyiapkan rencana cadangan, bukan hanya satu melainkan dua atau tiga. Ada plan A, Plan B, Plan C, dan seterusnya. “Jadi, buat apa rencana kalau akhirnya dibuat plan A-Z?” tanyanya seakan menggugat kepintaran praktisi manajemen.
Bagi Bob Sadino, jalan hidup ini berkelok-kelok, tidak ada yang lurus dan berurutan. Jika mau belajar dari alam, lihatlah sungai. Apakah ada sungai yang lurus dari hulu ke hilir? Pasti tidak ada. Dia berkelok-kelok, putar sana-putar sini, dan akhirnya sampai ke muaranya. Tuhan sudah menunjukkan seperti itulah hidup manusia—lateral, bukan linear.
Memang, ada dua kelompok orang dalam menjalankan kegiatan. Ada orang yang lebih suka merencanakan detil (dominan otak kiri). Ada pula kelompok yang menyukai spontanitas dan alamiah (dominan otak kanan). Jika diundang ke pesta, mereka yang tipe rencana detil akan membawa peta yang tertera di undangan. Jika kebingungan mencari alamat, ia akan menelepon pihak pengundang dan meminta bantuan arah alamat dengan sejelas-jelasnya.
Adapun kelompok spontan lebih memilih menikmati perjalanan. Dengan melihat peta sekilas, mereka langsung berjalan menikmati segala hal yang bisa dilihat di jalan. Jika bingung, mereka segera turun dan bertanya ke orang yang kira-kira mengetahui lokasi tersebut. Jika masih sulit, mereka akan mencari warung, membeli permen atau camilan, untuk bertanya arah ke lokasi.
Dalam dunia bisnis pun demikian. Ada tipe perencana dan ada tipe spontan.
“Eh, ada peluang menyediakan 500 ekor ayam per hari untuk restoran. Yuk, kita coba bikin peternakan ayam!” Itulah cara orang yang spontan merespon peluang bisnis.
“Gimana caranya?”
“Gampang, kita tanya saja ke Dinas Peternakan untuk perizinannya. Untuk urusan teknis, kita cari ahlinya.”
Bagi tipe perencana, munculnya peluang akan direspons dengan melakukan analisis kelayakan usaha, menentukan parameter-parameternya, kemudian merancang agenda kegiatan tahap demi tahap. Jika rencana ini berjalan, ia akan rajin mengevaluasi situasi dan membandingkan antara rencana dengan realisasi.
Memang benar, jika seseorang memilih menyusun rencana detil sebelum memulai bisnis, ia bisa terjebak mengalami ketakutan dengan rencananya sendiri. Apalagi bagi mereka yang belum berpegalaman mencoba bisnis. Mereka mulai berhitung bagaimana jika ditipu orang, bagaimana jika kurs rupiah berubah, bagaimana jika produk tidak laku, bagaimana jika produknya dicuri orang, dan berbagai pertanyaan lain yang semakin menciutkan nyali untuk berbisnis. Bukan berarti rencana tidak diperlukan, tetapi bentuk rencananya kurang tepat. Bagi pemula, rencana sebaiknya dibuat secara global dan mampu memberi semangat untuk memulai, bukan justru membuat takut memulai.
Sebaliknya, tipe spontan lebih berani melakukan hal baru, kreatif, dan imajinatif. Mereka mudah untuk memulai bisnis, meskipun terkadang kurang fokus dan mudah berpindah bisnis. Mereka akan dapat mengendalikan dan memfokuskan bisnisnya jika sudah mendapatkan visi yang tajam dan mulai belajar menerapkan sistem manajemen.
Jadi, tidak ada pertentangan yang hakiki tentang pentingnya sebuah rencana. Pasalnya, Bob yang tidak suka rencana—sejatinya—hanya sedang mengritik sistem pembelajaran di kampus yang lebih dominan otak kiri (analitis) sehingga lulusannya kurang berani mengambil risiko untuk melakukan hal-hal baru. ***

Sumber : Buku MENGGALI BERLIAN DI KEBUN SENDIRI -Bambang Suharno

Harga buku : Rp. 90.000 belum termasuk ongkir.

Pesan buku Hubungi:

Wawan : 0856 8800 752
Achmad : 0896 1748 4158

Alamat :
Jln. Rawa Bambu, Gedung ASOHI – Grand Pasar Minggu No.88 A, Jakarta Selatan 12520
Telp : 021-782 9689, Fax : 021-782 0408

No. Rek : PT Gallus Indonesia Utama
BCA : 733 030 1681
MANDIRI : 126 000 2074 119

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>