MOTIVASI: Menyikapi Gelombang Perubahan

Motivasi, kepemimpinan ,motivasi, pemikiran positif, tanggung jawab, tindakan

Menyikapi Gelombang Perubahan

Dengan kesabaran, pekerjaan menjadi lebih cepat diselesaikan.

Di era digital, banyak peristiwa perubahan dunia yang terjadi sangat cepat dan mencengangkan. Nokia—yang dulu menjadi raja handphone—tiba-tiba tak mampu bersaing dengan pendatang baru bernama Blackberry. Selanjutnya, dalam waktu yang tidak lama, Blackberry pun ditenggelamkan teknologi android.
Jejaring sosial Friendster sangat populer di awal tahun 2000-an, tergusur oleh Facebook yang semula hanya jaringan internal data mahasiswa. Selanjutnya muncul Twitter, Instagram, Path, dan berbagai media sosial lainnya
Munculnya taksi online seperti Uber dan Grab mampu mengguncang taksi konvensional. Perang antara konvensional dan online ini sampai menimbulkan gejolak di beberapa negara.
Persaingan antarperusahaan besar di berbagai sektor kini menjadi kurang menarik untuk diamati. Hal yang lebih menarik perhatian adalah terganggunya perusahaan papan atas oleh pendatang baru yang sama sekali tidak diperhitungkan. Bukan hanya satu dua perusahaan, fenomena ini juga bisa terjadi per sektor bisnis, sebagaimana kasus bisnis angkutan konvensional yang harus bersaing dengan angkutan online. Sektor bisnis tour & travel, hotel, dan beberapa sektor lainya bisa diguncang oleh sistem baru yang lebih memberi kenyamanan bagi konsumen.
“Ini adalah fenomena munculnya inovasi disruptif,” kata Joseph L. Bower dan Clayton M. Christensen dalam sebuah artikel di Harvard Business Review. Sebagaimana dikutip oleh pakar ekonomi dari UI, Berly Martawardaya, Christensen mengatakan bahwa inovasi disruptif dalam bisnis merupakan inovasi yang menciptakan sebuah tren baru dan jejaring industri baru, yang akhirnya mengganggu pasar dan nilai yang telah ada, lalu menggantikan yang lama, menjadi pemimpin pasar, dan membuat aliansi di dalamnya.
Teknologi disruptif pada layanan transportasi publik sempat menjadi topik panas. Para pendatang baru—dengan model bisnis yang berbeda—berhasil menawarkan harga yang jauh lebih rendah dan pelayanan yang lebih baik. Para perusahaan mapan yang telah menikmati keuntungan tinggi dalam waktu lama pun terkejut.
Situasi ini membuat banyak orang berlomba-lomba untuk bekerja lebih keras demi memenangkan persaingan. Mereka berpandangan, pada era persaingan yang semakin ketat, setiap orang harus bekerja lebih keras. Untuk efisiensi, sebagian besar pekerjaan ditangani sendiri dan jumlah karyawan harus lebih sedikit. Dengan begitu, gaji yang diterima bisa tetap tumbuh.
Agar kerja karyawan efisien, jam kerja ditambah, jika perlu tidak ada libur. Alternatif lain, karyawan tidak harus ke kantor, yang penting kerja borongan bisa diselesaikan dengan lancar dan dalam waktu yang telah ditetapkan. Jika tidak demikian, perusahaan sebesar apapun akan amblas ditelan pesaing baru yang efisien dan gesit.
Lalu, bagaimana sikap terbaik kita dalam menghadapi pergerakan yang sangat cepat?
Dalam sebuah acara talkshow di radio, Arvan Pradiansyah mengatakan, justru saat ini—dimana perubahan bergerak cepat dan semua orang ingin melakukan segala hal dengan cepat—dibutuhkan satu sikap yang kerap dilupakan orang, yaitu sabar.
Kecepatan membutuhkan kesabaran. Perlu dipahami, kesabaran yang dimaksud bukanlah sikap pasrah, melainkan tekun. Contohnya, karena segala pekerjaan perlu dikerjakan dengan lebih cepat, Anda membuat instruksi ke bawahan dengan cepat dan berharap anak buah langsung memahami apa yang Anda katakan. Namun, yang sering terjadi, cara ini justru menimbulkan kesalahpahaman. Diberi perintah A, yang dikerjakan B. Di sinilah letak kebutuhan sikap sabar. Anda harus meluangkan waktu untuk mengetahui latar belakang sehingga bisa memahami alasan anak buah dalam melakukan sebuah tindakan.
Dengan kesabaran, pekerjaan menjadi lebih cepat diselesaikan. Teknik mendelegasikan pekerjaan yang sederhana pun membutuhkan kesabaran. Stephen Covey—penulis buku The Seven Habits of Highly Effective People—mengatakan jika perintah Anda fokus pada proses, maka banyak salah paham yang akan terjadi. Ubahlah fokus Anda pada hasil. Ketika mendelegasikan pekerjaan, buatlah kesepakatan mengenai hasil.
Misalnya Anda meminta seorang karyawan membeli minuman kemasan. Anda sudah menjelaskan toko yang menjual, jenis minuman, merek, dan ukuran botolnya. Namun, toko yang Anda maksud ternyata tutup dan ia langsung kembali ke kantor dan melaporkan bahwa ia belum mendapat minuman kemasan karena tokonya tutup. Sementara itu, rapat sudah akan dimulai. Jika karyawan tersebut sedikit lebih kreatif, ia akan membeli minuman kemasan, tetapi—mungkin—tidak sesuai dengan harapan.
Jika Anda bersabar dengan cara menjelaskan bahwa Anda ingin rapat Pukul 14.00 diikuti oleh sejumlah orang, terdiri dari para pimpinan perusahaan dan sebagainya, karyawan Anda akan memikirkan cara agar semua syarat tersebut terpenuhi.
Itu hanya satu contoh. Intinya, kesabaran dan ketekunan dibutuhkan dalam dunia yang serba ingin cepat. Mereka yang berhasil mengguncang perusahaan besar adalah yang sabar mencermati sesuatu dan akhirnya menemukan teknologi baru yang siap melakukan inovasi disruptif. ***

Sumber : Buku MENGGALI BERLIAN DI KEBUN SENDIRI -Bambang Suharno

Harga buku : Rp. 90.000 belum termasuk ongkir.

Pesan buku Hubungi:

Wawan : 0856 8800 752
Achmad : 0896 1748 4158

Alamat :
Jln. Rawa Bambu, Gedung ASOHI – Grand Pasar Minggu No.88 A, Jakarta Selatan 12520
Telp : 021-782 9689, Fax : 021-782 0408

No. Rek : PT Gallus Indonesia Utama
BCA : 733 030 1681
MANDIRI : 126 000 2074 119

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>