MOTIVASI: Membalik Piramida

Motivasi, kepemimpinan ,motivasi, pemikiran positif, tanggung jawab, tindakan

Membalik Piramida

Ada sesuatu yang menggetarkan dengan hasil-hasil luar biasa dari pemimpin yang tidak menonjolkan diri sendiri

Dalam sebuah pelatihan jurnalistik di Fakultas Peternakan IPB, saya pernah menyampaikan teknik piramida terbalik sebagai salah satu teknik membuat artikel agar menjadi lebih menarik. Materi ini cukup banyak mendapat tanggapan peserta.
Di kalangan kampus, pola penulisan makalah dan laporan riset sudah diatur dengan kaidah ilmiah, yaitu dimulai dengan latar belakang, tujuan, bahasan umum, kemudian mengerucut ke masalah pokok hingga kesimpulan dan saran. Ini adalah berbentuk tulisan piramid.
Sebagai contoh, saat menyusun makalah mengenai kerugian peternak akibat banyaknya pakan yang tercecer, kita akan memulainya dengan latar belakang kebutuhan protein hewani yang belum tercukupi, perlunya meningkatkan peran peternakan, perbaikan budidaya peternakan, dan seterusnya hingga membahas pakan yang tercecer.
Sebenarnya, tulisan populer di media umum juga bisa dibuat seperti itu. Namun, pembaca akan lebih tertarik jika tulisan dimulai dari bahasan yang khusus kemudian melebar ke hal umum.
Artikel populer biasa dimulai dengan kalimat menarik, yang disebut sebagai lead atau teras artikel. Kemudian tulisan dilanjutkan dengan penjelasan yang lebih umum, lebih umum, dan lebih umum lagi. Dengan begitu, bentuknya menjadi piramida terbalik.
Konsep piramida terbalik tak hanya digunakan untuk dunia tulis-menulis. Teori Abraham Mashlow, yang sangat terkenal dengan piramida kebutuhan manusia, juga boleh dibalik. Abraham mengatakan, manusia memenuhi kebutuhan diawali dengan kebutuhan fisik, kemudian berlanjut pada kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan yang paling puncak adalah kebutuhan aktualisasi diri. Di sini terlihat bahwa kebutuhan aktualisasi diri akan dipenuhi jika sudah dapat memenuhi kebutuhan lainnya.
Beberapa kalangan menyebutkan jika memulai hidup dengan aktualisasi diri, kebutuhan lainnya—termasuk kebutuhan fisik—akan terpenuhi. Inilah konsep piramida terbalik dari teori Mashlow. Sebagai contoh, Anda merasa panggilan jiwanya adalah menolong orang dari bencana dan merasa bermanfaat jika menolong korban banjir serta bencana lainnya. Dalam konsep piramida terbalik, Anda tidak perlu menjadi kaya terlebih dahulu untuk bisa menolong. Mulailah menolong orang sebagai aktualisasi dengan semampu Anda. Teruskan dan libatkan orang lain. Dengan begitu, banyak orang yang akan mendukung Anda.
Dalam kepemimpinan juga ada piramida kepemimpinan. Hirarki kepemimpinan dimulai dari lapisan paling bawah, yaitu masyarakat yang tunduk dan melayani bagian atasnya. Demikian seterusnya hingga pimpinan puncak. Dalam struktur feodalisme kerajaan, model piramida ini sangat tepat karena para raja adalah penguasa tunggal yang harus ditaati segala perintahnya oleh sang bawahan.
Pemimpin-pemimpin sukses di era sekarang berbeda dengan saat zaman feodal. Mereka tidak fokus untuk menguasai, melainkan melayani. Mereka punya cara sendiri untuk membantu orang lain agar sukses. Inilah ciri yang mencolok dari kepemimpinan modern.
Di zaman feodal, kepemimpinan dianggap sebagai upaya untuk mendaki ke puncak piramida, tangga tertinggi dalam level organisasi. Memimpin berarti menjadi yang paling besar, paling depan, dan paling menonjol.
Bentuk organisasi modern bukan piramida lagi, melainkan seperti pohon. Pemimpin menjadi akar yang memberikan nutrisi dan energi bagi orang-orang yang dipimpinnya. Ini berarti membalik piramida. Pemimpin menjadi bagian paling dasar untuk menyukseskan jalannya organisasi dengan memberi nutrisi dan motivasi untuk bagian atasnya yang lebih banyak.
Hal ini sejalan dengan wasiat Ki Hajar Dewantoro, sang guru bangsa yang meletakkan dasar pendidikan dan kepemimpinan bagi rakyat Indonesia, “tut wuri handayani”. Artinya, dari belakang atau bawah, pemimpin memberikan daya bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Dalam sebuah riset yang dilakukan Jim Collins bersama timnya ditemukan data yang sangat menarik. Penemuan itu berupa peningkatan signifikan dalam kinerja perusahaan yang berasal dari para pemimpin, yang sifat-sifat dan praktiknya menentang bentuk-bentuk kepemimpinan tradisional—yang cenderung feodal.
Riset tersebut mengungkapkan bahwa para pemimpin yang secara pribadi rendah hati dan mengabdikan diri mereka secara total untuk melayani orang lain ternyata mempunyai resolusi teguh dan dahsyat untuk melakukan segala hal yang diperlukan guna meningkatkan kinerja organisasi. Memang, ada sesuatu yang menggetarkan dengan hasil-hasil luar biasa dari pemimpin yang tidak menonjolkan diri sendiri. ***

Sumber : Buku MENGGALI BERLIAN DI KEBUN SENDIRI -Bambang Suharno

Harga buku : Rp. 90.000 belum termasuk ongkir.

Pesan buku Hubungi:

Wawan : 0856 8800 752

Achmad : 0896 1748 4158

Alamat : Jln. Rawa Bambu, Gedung ASOHI – Grand Pasar Minggu No.88 A, Jakarta Selatan 12520 Telp : 021-782 9689, Fax : 021-782 0408 No. Rek : PT Gallus Indonesia Utama BCA : 733 030 1681 MANDIRI : 126 000 2074 119

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>