MOTIVASI: Abaikan Semuanya, Kecuali Masa Depan

Motivasi, kepemimpinan ,motivasi, pemikiran positif, tanggung jawab, tindakan

Abaikan Semuanya, Kecuali Masa Depan

Tidak meninggalkan produk yang sudah ketinggalan zaman akan menimbulkan beberapa kesalahan yang harus dibayar mahal

Pada umumnya, para CEO perusahaan merancang masa depan dengan menyusun pengembangan bisnis dari setiap unit bisnis yang sudah ada. Unit yang belum berkembang diupayakan untuk dikembangkan. Sementara yang sudah berkembang ditingkatkan terus dengan inovasi-inovasi baru.
Namun, tunggu dulu! Anda tahu Jack Welch? Saat dipercaya memegang tampuk kepemimpinan General Electric (GE), langkah yang ia lakukan pada tahun-tahun pertama adalah menjual 117 unit usaha dalam groupnya, demi meraih kembali kejayaan GE. Ia mengikuti saran konsultan manajemen terbaik di dunia Peter F. Drucker.
Peter F Drucker dikenal sebagai penulis, guru, dan konsultan manajemen paling berpengaruh di korporasi internasional. Menurutnya, langkah pertama dalam kebijakan pertumbuhan (korporasi) bukanlah memutuskan “apa dan bagaimana membuat pertumbuhan”, tetapi memutuskan produk apa yang harus diabaikan. Agar tumbuh, sebuah bisnis harus memiliki kebijakan sistematis untuk menyingkirkan produk-produk yang tumbuh berlebihan, kuno, dan tidak produktif. Tidak meninggalkan produk yang sudah ketinggalan zaman akan menimbulkan beberapa kesalahan yang harus dibayar mahal.
Sebagai contoh, pada tahun 2000, General Motor (GM) dan Ford di Amerika Serikat masih agresif memproduksi mobil yang sangat boros bahan bakar dalam jumlah besar, padahal harga bahan bakar minyak terus melambung dan gerakan ramah lingkungan semakin kencang. Meskipun isu penggunaan energi alternatif pengganti bahan bakar fosil telah berlangsung sejak 1970-an dan semakin menguat tahun 1990-an, GM dan Ford dengan keyakinannya merasa belum saatnya mengikuti wacana penghematan bahan bakar. Mungkin mereka berpikir bahwa wacana penghematan bahan bakar “nggak level” dengan produk otomotif Amerika yang berkelas.
Di sisi lain, perusahaan otomotif Jepang—Toyota—mengabaikan strategi image “mobil sebagai barang mewah dan layak boros”. Perusahaan ini memfokuskan pada pengembangan teknologi mobil hybrid Prius, yang harganya lebih terjangkau. Para pimpinan Toyota tahu bahwa mobil hybrid adalah kunci untuk mengurangi emisi karbon dan konsumsi bahan bakar. Mereka cukup puas dengan margin keuntungan yang tipis, tetapi menjadi pemain utama dalam pasar mobil hybrid yang semakin marak.
Sebagaimana diuraikan Jeffrey A. Krames dalam buku Inside Drucker’s Brain, pada tahun 1997, Toyota meluncurkan mobil hybrid dan didistribusikan ke seluruh dunia pada 2001. Dalam waktu singkat, mobil baru ini menjadi primadona baru di Jepang, Eropa, dan Amerika Utara serta menyabet berbagai penghargaan.
Sungguh dramatis, hal yang tidak terbayangkan sama sekali pada dekade silam. Prius berperan besar dalam melejitkan Toyota menjadi nomor satu di dunia otomotif. Sementara itu, Ford dan GM terus limbung dan mengalami kerugian besar. Ford menderita kerugian $12,7 miliar pada 2006 dan GM rugi $38,7 miliar pada 2007. Sementara pada triwulan ketiga tahun 2007 saja, Toyota meraup keuntungan $13,1 miliar.
Jack Welch melakukan hal serupa. Agar GE dapat tumbuh lebih pesat, langkah yang ia lakukan adalah memutuskan produk apa yang harus diabaikan sebagaimana saran Drucker. Pada dekade pertama kepemimpinannya, Jack Welch menjual 117 usaha yang tidak sesuai dengan visi perusahaan. Tahun 1984, ia menjual GE Houseware, divisi yang sangat dikenal oleh rumah tangga di AS (produknya antara lain pemanggang roti dan pengering rambut). Bagi kebanyakan orang, langkah Welch terlihat konyol. Namun, bagi Jack Welch, lebih penting mengabaikan produk pemanggang roti untuk sebuah visi GE yang jelas.
Selanjutnya, sejarah membuktikan GE menjadi perusahaan yang sangat sukses di dunia. GE adalah contoh sempurna bagaimana berfokus pada pelanggan dan pasar bisa sangat membantu perusahaan dalam meraih kesuksesan. Akhirnya, Welch dinobatkan sebagai “Manager of the Century” oleh majalah “Fortune”.
Banyak perusahaan-perusahaan yang menggurita tidak berhasil mengabaikan kegiatan tertentu karena semuanya dirasa penting. Bahkan terkadang mereka harus mengabaikan visi perusahaan demi sebuah peluang sesaat. Akibatnya mereka kehilangan fokus dan pada saat itulah pesaing akan mudah menggantikan posisinya.
Perusahaan-perusahaan yang unggul tidak mudah terserang penyakit sindrom glory of the past atau bangga pada kejayaan masa silam. Sindrom ini muncul ketika para kompetitor mulai lebih agresif menjelajahi pasar dengan produk dan pelayanan yang lebih berkualitas. Di sisi lain, sang market leader terlalu asyik dengan dirinya sendiri, merasa produknya yang paling bagus, dan mulai alpa pada pelayanan. Para manajer terkungkung dalam penjara jabatan dan loyalitas. Padahal, dalam situasi yang sesungguhnya, perusahaan sudah mulai bergoyang. Produk mulai usang dan para customer mulai hijrah ke produk kompetitor.
Untuk perusahaan yang sudah mulai menyalahkan lingkungan, menyalahkan kebijakan pemerintah yang membuat ia sulit bertahan di posisi puncak, atau gemar bernostalgia tentang keunggulan masa lalu, Drucker dengan tegas berpesan agar mengabaikan semua itu dan fokus pada masa depan. “Ya, abaikan semuanya, kecuali masa depan”. ***

Sumber : Buku MENGGALI BERLIAN DI KEBUN SENDIRI -Bambang Suharno

Harga buku : Rp. 90.000 belum termasuk ongkir.

Pesan buku Hubungi:

Wawan : 0856 8800 752
Achmad : 0896 1748 4158

Alamat :
Jln. Rawa Bambu, Gedung ASOHI – Grand Pasar Minggu No.88 A, Jakarta Selatan 12520
Telp : 021-782 9689, Fax : 021-782 0408

No. Rek : PT Gallus Indonesia Utama
BCA : 733 030 1681
MANDIRI : 126 000 2074 119

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>