Motivasi: Menyelesaikan Pertandingan

finish_2

Menyelesaikan Pertandingan

Sembilan puluh sembilan persen kegagalan datang dari orang yang mempunyai kebiasaan membuat alasan. ~George Washington Carver

Dalam dunia kompetisi, termasuk di dunia olah raga, sang pemenang adalah bintang yang senantiasa dijadikan teladan dan idola bagi masyarakat. Mereka adalah simbol kerja keras, simbol pantang menyerah, dan simbol kesuksesan. Itu adalah hal yang lumrah.
Namun, hal yang berbeda terjadi di arena olimpiade pada bulan oktober 1968. Seorang pelari yang kalah, bahkan menjadi pelari “paling lambat” di kelasnya, justru menjadi inspirator keberhasilan bagi dunia. Begini ceritanya.
Saat itu berlangsung lomba lari maraton di stadion olimpiade Mexico City. Lebih dari satu jam sebelumnya, pelari Ethiopia Mamo Wolde sudah mencapai garis finish dan sudah disahkan sebagai juara. Namun, sebagian penonton masih setia menunggu pelari terakhir asal Tanzania bernama John Stephen Akhwari. Sementara hari mulai gelap dan dingin.
Saat yang dinanti-nanti penonton olimpiade itu akhirnya tiba. John lari terhuyung-huyung mencapai garis finish dalam kondisi kaki berdarah akibat luka. Orang bersorak-sorai dan bertepuk tangan melihat semangat John untuk tetap menyelesaikan pertandingan itu. Sebagian penonton bahkan tak kuasa menitikan air mata.
Di arena ini, meski sang juara olimpiade adalah Mamo Wolde, tetapi John Stephen Akhwari tak kalah populer. Bukan karena ia berada di paling belakang, kepopuleran Akhwari justru karena kegigihannya untuk mencapai garis finish dengan keadaan berdarah-darah. Ia disanjung seperti pahlawan perang yang tetap maju melawan musuh sampai titik darah penghabisan.
Wartawan mengerubuti Akhwari dan sudah pasti pertanyaannya adalah, “Mengapa ia yang sudah pasti kalah dan dalam keadaan berdarah-darah tetap menyelesaikan larinya hingga garis finish?”
Dengan peluh di sekujur tubuh dan luka yang berdarah, Akhwari menjawab, “Negara saya tidak mengirim saya untuk mendapat medali, melainkan untuk menyelesaikan pertandingan.”
Inspirasi kesuksesan bukan hanya datang dari kemenangan, begitulah kesimpulan saya setelah membaca cerita di atas. Memang benar, kemenangan adalah tujuan dan untuk itulah ada “sejuta teknik” meraih kemenangan. Tatkala dilaksanakan, sejuta teknik ini ternyata tidak selalu berjalan mulus. Seperti saat kita mau melakukan perjalanan jauh. Meskipun sudah dipersiapkan segala sesuatunya, kita tidak dapat memastikan semuanya dapat berjalan dengan lancar. Bisa saja terjadi ban kempes di jalan sepi di tengah malam. Bisa pula kehilangan barang ketika istirahat. Kondisi itu tentu harus disikapi dengan sikap terbaik.
Rintangan dalam perjalanan hidup ini juga begitu beraneka rupa dan tidak mudah untuk ditebak. Dalam berbisnis, kita berupaya menggali bermacam ilmu agar produk yang kita jual laku di pasaran. Itu juga tidak menjamin barang tersebut langsung laris manis. Terkadang ada proses benturan dinding yang memusingkan kepala, entah penolakan dari agen, distribusi tidak lancar, atau penyebab lainnya.
Untunglah, lingkungan kita tidak melupakan orang-orang yang bekerja keras dan tuntas meski belum menghasilkan medali juara. Tak sedikit seorang tokoh organisasi yang kalah dalam pemilihan ketua umum justru mendapat pujian hebat lantaran ia segera mengakui kekalahan dan mendukung program-program pesaingnya yang kini jadi pemenang. Pimpinan yang kalah ini justru membuat masyarakat sangat menghargainya.
Demikian pula halnya dengan John Stephen Akhwari, yang tidak memenangkan nomor lari maraton, tetapi menunjukan kegigihan untuk menyelesaikan pertandingan. Ia menjadi simbol kegigihan menjalankan tugas hingga tuntas.
John C. Maxwell dalam bukunya The Success Journey mengatakan bahwa tujuan hidup kita adalah menyelesaikan pertandingan, dengan melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan. Maxwell mengatakan, John Stephen Akhwari adalah orang yang tetap konsisten dalam memandang tujuan. Ia menggunakan istilah “berfokus pada gambar besarnya”. Gambar besar di sini adalah menyelesaikan pertandingan, bukan “meraih medali”.
Jika pelari Tanzania ini hanya fokus pada perolehan medali, dengan kondisi kaki terluka dan berdarah, ia akan memilih untuk berhenti di tengah jalan. Buat apa meneruskan, bukankah sudah jelas ia tak mungkin dapat medali di kejuaraan?
Pelari ini juga tidak mencari-cari alasan untuk berhenti di tengah jalan meskipun ia berhak untuk melakukannya. “Sembilan puluh sembilan persen kegagalan datang dari orang yang mempunyai kebiasaan membuat alasan,” demikian kata George Washington Carver. Umumnya, orang-orang yang sulit meraih sukses adalah mereka yang pintar membuat alasan atas ketidakberhasilan yang mereka peroleh. Sebaliknya, orang sukses tidak suka mencari-cari alasan atas kegagalannya meskipun ia berhak untuk melakukannya.
Dari kisah John Stephen Akhwari, saya lebih paham arti sebuah kegigihan dalam menyelesaikan kompetisi hidup. Kegagalan bukanlah peristiwa yang memalukan. Buktinya, John menjadi simbol orang sukses di dalam peristiwa “kegagalannya”. ***

Sumber : Buku MENGGALI BERLIAN DI KEBUN SENDIRI -Bambang Suharno

Harga buku : Rp. 90.000 belum termasuk ongkir.

Pesan buku Hubungi:

Wawan : 0856 8800 752
Achmad : 0896 1748 4158

Alamat :
Jln. Rawa Bambu, Gedung ASOHI – Grand Pasar Minggu No.88 A, Jakarta Selatan 12520
Telp : 021-782 9689, Fax : 021-782 0408

No. Rek : PT Gallus Indonesia Utama
BCA : 733 030 1681
MANDIRI : 126 000 2074 119

Koleksi Buku GITAPustaka juga kini tersedia di BUKALAPAK (https://www.bukalapak.com/u/gitapustaka?from=dropdown)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>