FOLUS: PETERNAKAN LAYER LEBIH SULIT HADAPI GUMBORO

ayam_23111832

PETERNAKAN LAYER LEBIH SULIT

HADAPI GUMBORO

Penanggungjawab peternakan ayam petelur skala besar di Sukabumi Jawa Barat Drh Gunawan Amijaya mengungkap kepada Infovet suatu perbandingan kasus Gumboro dan ND. Bahwa tanpa meremehkan kasus ND dan AI dia takut pada kasus Gumboro.

“Ibarat musuh Gumboro itu seperti seperti tentara gerilya. Sulit ditebak dan dihadang,” tegas Drh Gunawan yang alumnus FKH Unair Surabaya. Dia menekankan paling sulitnya penanganan Gumboro ini ada pada peternakan ayam petelur dibanding pada peternakan yang lain.

Maksud dari peternakan yang lain tersebut adalah peternakan ayam pedaging dan peternakan ayam pembibitan (breeding farm). “Berdasarkan kesulitan menangani Gumboro, peternakan broiler lebih mudah. Breeding agak sulit,” jelasnya.

Dengan demikian logis bila dari hasil wawancara Infovet dengan penanggungjawab peternakan ayam pedaging, mengatakan kondisi yang berbeda. Drh Johannes Kristianto yang berpengalaman sebagai penanggungjawab peternakan ayam pedaging di Kalimantan dan Jawa Tengah misalnya.

Kepada Infovet Drh Johannes mengaku kasus yang lebih utama pada peternakannya adalah ND daripada Gumboro. Tidak seperti pada peternakan ayam petelur, kejadian Gumboro pada peternakan ayam pedaging lebih mudah terdeteksi.

Biasanya terjadi pada ayam berumur 3-4 minggu, sedangkan pada masa ini ayam sudah siap panen. Dengan program komprehensif antara bniosecurity dan vaksinasi sesuai jadual kasus relative dapat dicegah.

Bagaimana dengan kejadian Gumboro pada peternakan ayam petelur? Mengingat umur pemeliharaan yang panjang, maka program jangka panjang menghadapi tantangan jangka panjang pula.

Lihatlah, Vaksinasi IBD pada induk biasanya dilakukan sebelum masa produksi dan diulangi pada umur 40–45 minggu. Itulah kenyataannya. Vaksinasi pada ayam pedaging minimal dilakukan 1 kali, sedangkan pada ayam petelur minimal 2 kali vaksinasi.

Kasus Gumboro terjadi karena kekebalan ayam tidak bisa mengatasi serbuan virus lapangan yang masuk ke tubuh ayam dan virus lapangan lebih cepat sampai di bursa dibanding virus vaksin yang diberikan.

Vaksinasi Gumboro umumnya dilakukan pada umur akhir minggu pertama atau masuk minggu kedua. Pada umur ini adakalanya mulai terjadi kesalahan manajemen pemeliharaan seperti keterlambatan pelebaran kandang, pembukaan tirai kandang atau penambahan bahan litter.

Praktek manajemen yang kurang tepat akan menyebabkan kualitas udara dalam kandang yang tidak segar, bau amonia mulai muncul. Kondisi ini merupakan faktor pemicu munculnya kasus penyakit bersifat immunosuppressant dan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi.

Pada periode umur satu sampai dengan dua minggu merupakan masa padat vaksinasi, selain vaksinasi Gumboro anak ayam juga menerima vaksinasi yang lain seperti ND (4 hari), IB (4 hari) serta AI (10 hari). Padatnya jadwal vaksinasi ini jika tidak diimbangi dengan manajemen pemeliharaan yang baik akan beresiko menimbulkan stres pada anak ayam.

Penting untuk mempersiapkan anak ayam dalam kondisi optimal saat menerima vaksinasi. Berikan ransum, air minum sesuai kebutuhan dan support dengan pemberian multivitamin

Sanitasi dan desinfeksi kandang mesti optimal. Penyebaran Gumboro secara horizontal memaksa manajemen sanitasi dan biosekuriti harus ketat. Jangan ada sisa-sisa kotoran/tumpukan karung yang berisi feses media penularan di sekitar lokasi kandang saat DOC tiba. Virus Gumboro dalam feses masih infektif hingga 122 hari setelah dikeluarkan.

Penyemprotan desinfektan mesti disertai pembersihan kandang terlebih dahulu atau pembersihan tidak optimal (masih terdapat sisa litter/feses di sela-sela kandang). Agar, kerja desinfektan tidak akan optimal, terutama pada penggunaan oxidizing agent yang kerjanya dipengaruhi oleh materi organik (feses, darah dan lendir).

Ini penting diperhatikan mengingat virus IBD sangat stabil, relatif tahan terhadap panas (56 derajad Celsius selama 5 jam, 60 derajad Celsius selama 30 menit) dan beberapa macam desinfektan.

Monitoring level dan kesegaraman antibodi maternal harus maksimal. Sebab program vaksinasi Gumboro (vaksin aktif) sangat dipengaruhi oleh status antibodi maternal. Vaksinasi aktif saat antibodi maternal masih tinggi dapat berakibat virus vaksin dinetralkan antibodi maternal. Dan vaksin tidak mampu melindungi secara optimal.

Status antibodi maternal penting untuk jadwal vaksinasi pertama. Juga untuk menentukan jenis vaksin yang akan digunakan, jenis intermediate atau intermediate plus. Hal ini titik kritis keberhasilan vaksinasi.

Aplikasi vaksinasi pun harus tepat. Manajemen brooding harus optimal. Periode pemeliharaan dari DOC (chick in) hingga umur 14-21 hari (hingga lepas pemanas) ikut menentukan baik tidaknya performa ayam. Terkait erat dengan keberhasilan vaksinasi di mana pada masa ini terjadi perkembangan pesat organ kekebalan tubuh ayam.

Pada umur satu minggu perkembangan organ limfoid sudah mencapai 70%. Perkembangan optimal dari organ limfoid ini berkaitan erat dengan penggertakan kekebalan aktif yang akan menggantikan peran kekebalan pasif yang diturunkan dari induk ke anak ayam.

Karena itu jika berat badan ayam tidak standar maka perkembangan organ limfoid pun terganggu dan berpengaruh terhadap keberhasilan vaksinasi. Sedangkan menyergap Gumboro tepat pada rantai terlemah siklus hidupnya, itulah seni dan keahlian peternak yang mesti teruji dan meyakinkan.

Hal-hal itulah menjadi penguat pernyataan Drh Gunawan Amijaya mengapa pada ayam petelur dia rasakan Gumboro lebih memusingkan daripada ND yang program-programnya tetap sesuai dengan sifat virus dan penyakitnya yang berbeda dengan sifat Gumboro.

Akhirnya kita ingat kembali, penyakit Gumboro disebabkan oleh virus IBD yang berasal dari famili (keluarga) virus Birnaviridae dan genus Avibirnavirus. Virus ini memiliki dua serotipe yaitu I dan II. Hanya serotipe I yang patogenik (menimbulkan sakit) pada ayam. (Yonathan)

Sumber: www.majalahinfovet.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>