Fokus: Pengendalian NE & Coccidiosis di Zaman Now

Sumarno_6

Pengendalian NE & Coccidiosis di Zaman Now 

Overview Kebijakan berbagai negara termasuk Indonesia terkait dengan pelarangan penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (AGP) telah berlaku sejak Januari 2018. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 14/2017. Pro dan kontra terkait kebijakan ini telah terjadi di masyarakat bahkan sebelum kebijakan tersebut berlaku, mengingat selama ini AGP sangat jamak digunakan oleh masyarakat (peternak) untuk meningkatkan performa unggas. AGP secara umum digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam usus dan biasanya spesifik mengarah ke bakteri gram positif, yaitu bakteri Clostrodium perfringens. Bakteri ini adalah agen penyebab penyakit Necrotic enteritis (NE). Dengan dilarangnya penggunaan AGP maka kemungkinan besar kemunculan penyakit ini akan semakin sering terjadi. Menurut Paiva D., and McElroy A J. (Appl. Poult. Res. 23: 557-566) menyatakan bahwa kejadian NE meningkat setelah dilarangnya penggunaan antibiotik sebagai AGP. Masih menurut Paiva D., and McElroy A J. (Appl. Poult. Res. 23: 557-566) bahwa kejadian NE yang bersifat sub-klinis menyebabkan kerugian ekonomi lebih besar. Fenomena kejadian NE seperti fenomena gunung es, di mana yang bersifat sub-klinis justru lebih besar dibandingkan dengan klinis. Kejadian NE sub-klinis ditandai dengan ayam tampak tidak sehat, ADG yang tidak tercapai dan feed conversion yang buruk. Sumarno_1                           NE-Koksidiosis dan Dampak Ekonominya Kemunculan NE pada broiler tidak bisa lepas dari infeksi parasit awal yakni coccidiosis. Gejala jika dilihat dari ekskreta yang di keluarkan broiler pun hamper sama cirinya, yakni cenderung berdarah. Infeksi awal NE pada saluran pencernaan akan mengikuti setelah koksi yang akan menyerang terlebih dahulu dan biasanya di sekitar duodenum. Masuknya koksi, akan menembus fili-fili usus. Banyaknya sel usus yang rusak merupakan pintu bagi masuknya Clostridium perfringens, serangannya pun tak tanggung-tanggung, yakni sepanjang usus itu sendiri. Kasus yang terjadi pada broiler lebih banyak disebabkan oleh buruknya manajemen pemeliharaan dan sanitasi kandang, kepadatan yang berlebihan, serta buruknya sirkulasi udara yang mengakibatkan sekam basah. Berikut adalah gambaran lokasi kejadian koksi: sumarno_2                             Menurut Van der Sluis, W. 2000, dalam “Clostridial enteritis is an often underestimated problemWorld Poultry. 16 (7): 42-43, menyatakan bahwa kerugian ekonomi  yang diakibatkan oleh NE dan koksidiosi adalah US$ 0,05 (setara Rp 500) tiap ekornya. Kerugian besar ini disebabkan karakter NE yang menimbulkan kerusakan jaringan (nekrosis) usus, sehingga menghalangi proses penyerapan nutrisi pakan dalam saluran digesti. Dampaknya, konsumsi pakan yang merupakan porsi terbesar dalam biaya produksi dan belakangan harganya menggila tidak sanggup oleh tubuh dikonversi menjadi daging. Alhasil, pertumbuhan lambat, FCR pun membengkak.   How to Control? NE Control Jika kejadian NE sudah terjadi (klinis) maka penggunaan antibiotik sebagai treatment sangat dibutuhkan. Golongan macrolide seperti Tylosin diharapkan mampu menghambat produksi toksin dari Clostridium perfringens, ataupun bias menggunakan antibiotik Avilamycin (animal use only). Avilamycin adalah antibiotik yang digunakan spesifik hanya untuk hewan dengan memiliki tiga keunggulan, antara lain meningkatkan kualitas intestinal integrity, menjaga litter tetap kering dan mengurangi angka kematian akibat enteritis. Berikut adalah perbandingan MIC beberapa antibiotik terhadap Clostridium perfringens, di mana Avilamycin memilki MIC yang paling rendah dibandingkan dengan antibiotik yang lain.   Minimum Inhibitory Concentration (MIC) for Clostridium perfringens chicken isolates

Compound

MIC 50 ( mg/L)

MIC 90 ( mg/L)

Avilamycin

0.5

0.5

Bacitracin

256

  • 256

Lincomycin

64

  • 256

Penicillin

0.13

0.25

Virginiamycin

2

16

Elwinger, et al. Effect of Avotan and Maxus on the Caecal Growth of Clostridium perfringens and the Occurrence of Necrotic Enteritis in Broilers, 1993.   Adapun penggunaan AGP replacer seperti halquinol dapat digunakan untuk mengurangi kejadian enteritis karena memiliki mode of action sebagai antimicrobial broad spectrum. Selain itu, halquinol juga bekerja di otot polos usus untuk mengurangi peristaltik usus, sehingga mengurangi kejadian diare, meningkatkan penyerapan nutrien yang akan berdampak pada body weight dan konversi pakan.   Kontrol Koksi Farm: Pemberian obat ini dimaksudkan untuk mengontrol dan menekan perkembangan parasit dalam tubuh ayam, sehingga jumlah parasit yang ada di tubuh ayam bisa ditekan dalam level rendah. Pemilihan antikoksidia harus hati-hati karena beberapa obat tertentu mempunyai efek toksik jika berinteraksi dengan lingkungan atau zat lain dalam pakan. Obat yang dipakai bisa dari golongan sulfa, amprolium, ataupun generasi baru seperti toltrazuril dan obat yang diberikan lewat air minum. Feed: Penambahan koksidiostat pada pakan merupakan salah satu teknik yang sangat lazim dilakukan oleh feedmiller. Golongan ionophore seperti Monensin, Narasin atau kombinasi Narasin+Nicarbazin serta golongan chemical seperti Diclazuril biasanya menjadi pilihan utama untuk kontrol koksidiosis lewat pakan. Sumarno_3                   Berikut adalah contoh tipe antikoksi program: Sumarno_4                     Sumarno_5                                 Evaluasi dan Monitoring Evaluasi dan monitoring program koksi menjadi kunci dalam pengendalian NE dan koksidiosis. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan health monitoring system yang disebut Health Tracking System (HTS). HTS adalah sistem data manajemen yang digunakan untuk memetakan status kesehatan di farm dari waktu-ke-waktu dengan metode kuantitatif (scoring) dan merupakan salah satu metode diagnose dini dari suatu penyakit dengan melakukan observasi pada ayam sehat. HTS dapat menjadi cermin proses yang terjadi dari hulu ke hilir (feedmill, manajemen, breeding, processing). Berikut adalah contoh hasil scoring HTS yang dilakukan selama tahun 2017 yang fokus pada intestinal integrity (I2). Benchmark scoring untuk Indonesia yang ideal adalah score 90.

 

Drh Sumarno Wignyo

Senior Manager Poultry Health

PT Sierad Produce, Tbk

Sumber: www.majalahinfovet.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>