Fokus: Pakan Pengobatan (Medicated Feed)

Pakan Pengobatan_3

Pakan Pengobatan (Medicated Feed)

Oleh: Budi Tangendjaja

 

Pemerintah Indonesia sudah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian yang melarang penggunaan Antibiotic Growth Promotor (AGP) di dalam pakan mulai awal tahun ini. Di samping itu, pemerintah memasukkan ionophore yang sedianya termasuk kedalam antiprotozoa untuk mencegah terjadinya penyakit koksi ke dalam kelompok antibiotika, sehingga hanya diperbolehkan pemakaiannya selama tujuh hari. Keputusan yang terakhir ini menimbulkan berbagai kendala baik dari segi teknis maupun pelaksanaannya di lapangan, termasuk pabrik pakan. Belajar dari pengalaman negara maju, maka ada baiknya jika Indonesia dapat menerapkan kebijakan untuk mengembangkan “Medicated Feed” atau pakan pengobatan.

 

Apa itu Pakan Pengobatan?

Pakan pengobatan merupakan pakan yang dibuat khusus untuk mengobati ketika terjadi penyakit yang ditemukan di kandang. Kandungan obat yang di masukkan dapat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi, baik karena bakteri maupun karena koksi. Oleh karena itu, pakan pengobatan hanya dapat dibuat setelah mendapat rekomendasi dari dokter hewan yang berwewenang. Penggunaan pakan pengobatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya akan mengakibat tujuan untuk mengobati ternak yang sakit tidak tercapai dan terlebih dapat menimbulkan residu dalam produk ternak yang akan berisiko terhadap konsumen yang mengonsumsinya.

Beberapa negara menerapkan pakan pengobatan dalam rangka menangulangi penyakit koksi terutama pada ayam dara (pullet). Pakan pengobatan dibuat dengan memasukkan amprolium sebagai bahan aktif untuk mencegah penyakit koksi. Sifat amprolium yang tidak mematikan koksidia (coccidostat) diharapkan masih menyisakan koksidia dan pullet dapat mengembangkan kekebalan tubuhnya dalam persiapan ketika bertelur, kekebalan terhadap koksi sudah terjadi. Berbeda dengan broiler yang dipelihara dalam umur yang pendek (<40 hari) maka obat koksi yang digunakan bersifat untuk membunuh (coccidicide) agar penyakit koksi tidak berkembang sama sekali. Mengingat siklus emeria sebagai bibit penyakit koksi yang panjang dan juga sulit dihilangkan dalam kandang terutama lantai/litter, maka pemakaian antikoksi merupakan suatu keharusan di dalam pakan.

Pakan Pengobatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penyakit koksi hanya terjadi pada unggas dan anti-koksi tidak pernah digunakan pada manusia, sehingga di luar negeri antikoksi masih diperbolehkan digunakan dalam pakan unggas. Antikoksi yang tersedia di lapangan dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan sifat kimianya, yaitu sintetik dan ionophore. Bahan yang disebut belakangan ini diperoleh dari fermentasi mikroba dan diklasifikasikan lagi ke dalam mono dan divalent. Contoh ionophore adalah Salinomisin, Monensin, Semduramisin, Lasalocid sedangkan yang sintetik kimia adalah Diclazuril, Robenidin, Nicarbazin, Halofuginine, Amprolium dan Clopidol. Meskipun diberi anti-koksi dalam pakan, emeria masih mampu beradapatsi terhadap bahan tersebut dan menimbulkan kekebalan. Oleh karena itu, pabrik pakan broiler selalu menerapkan sistim rotasi untuk mengganti jenis anti-koksi secara berkala, baik jenis ionophore maupun sintetik kimia. Beberapa pabrik pakan di luar negeri ada yang menerapkan sistem “suttle”, yaitu dengan membedakan jenis antikoksi yang digunakan untuk periode starter dan grower/finisher. Tetapi di Indonesia, kebanyakan menggunakan sistem rotasi mengingat praktisnya dan umur panen yang lebih cepat (<35 hari).

Pencegahan terhadap penyakit koksi dapat juga dilakukan dengan vaksinasi, tetapi hal ini kebanyakan dilakukan pada breeder atau pullet yang membutuhkan pemeliharaan lama. Sedangkan untuk broiler, vaksinasi dilaporkan kurang efektif. Dengan peraturan yang diterapkan pemerintah saat ini, maka pembuatan pakan pengobatan merupakan jalan yang mungkin dapat ditempuh, agar dapat diterapkan di lapangan. Meskipun demikian, petunjuk pelaksanaan perlu dibuat, agar pembuatan, peredaran dan penggunaan di peternak dapat berjalan dengan baik.

 

Pembuatan

Pakan pengobatan dapat dibuat pabrik pakan dan juga peternakan yang mencampur pakan sendiri. Untuk membuat pakan maka proses produksinya harus mengikuti Cara Pembuatan Pakan yang Baik (CPPB). Dalam CPPB, pembuat pakan harus memenuhi persyaratan dalam beberapa hal yaitu: 1) Fasilitas dan peralatan yang memadai. 2) Program pengendalian mutu yang tertulis. 3) Sistem pelabelan yang benar. 4) Catatan yang membuktikan kebenaran pembuatan pakan dan pemakaian obat tersebut.

Pembuat pakan pengobatan harus menunjukkan bahwa pakan yang dibuat mempunyai identitas, manfaat dan kualitas yang ditunjukkan oleh obat yang digunakan. Pakan Pengobatan tidak boleh tercemar oleh bahan lainnya yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena itu, pakan pengobatan hanya dapat dibuat oleh pengolah pakan yang sudah terdaftar, tidak dapat dibuat oleh produsen seadanya.

Pakan pengobatan bukan hanya mencakup pakan komplit yang langsung diberikan kepada ternak, tetapi juga termasuk pakan konsentrat. Ternak yang dituju harus tertera dalam label dan jelas, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemakaiannya. Hal ini penting untuk diperhatikan karena obat yang digunakan untuk suatu jenis ternak dapat berbeda dengan ternak lainnya, bahkan beberapa koksidiostat berbahaya untuk ternak kuda.

Di negara maju, proses pembuatan pakan ini sangat diperhatikan bahkan setiap waktu tertentu disidak atau diaudit untuk membuktikan bahwa pembuatannya sesuai dengan aturan yang ada. Menurut jenis obatnya, di Amerika Serikat pakan diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu Kategori I yang mengandung obat yang tidak memerlukan waktu henti (withdrawal period), artinya obat tersebut dapat diberikan terus-menerus sampai waktu panen, karena tidak mengakibatkan residu dalam produk ternaknya dan Kategori II yang mengandung obat yang memerlukan waktu henti sebelum ternak dipanen. Waktu hentinya dapat beragam tergantung jenis obatnya, sekitar 3-5 hari bahkan lebih lama sebelum ternak dipanen.

Di samping klasifikasi berdasarkan kategori, FDA di Amerika Serikat juga membagi Pakan Pengobatan berdasarkan tipenya, dalam hal ini dibagi menjadi tiga. Tipe A merupakan obatnya sendiri yang diproduksi oleh pabrik pembuat obat, Tipe B produk yang mengandung obat tetapi bukan untuk diberikan langsung kepada ternak melainkan ditujukan untuk dijual ke pabrik pakan. Dalam hal ini termasuk di dalamnya premiks yang mengandung obat yang diproduksi oleh pembuat premiks, serta Tipe C merupakan ransum komplit yang mengandung obat dan diberikan langsung kepada ternak.

Karena tidak semua pengolah pakan mampu memproduksi dengan benar dan membuktikannya maka hanya pabrik pakan yang mempunyai izin khusus yang dapat memproduksi pakan pengobatan yang menggunakan obat kategori II dan tipe A. Sedangkan pabrik pakan atau pengolah pakan yang menggunakan obat kategori I dan/atau kategori II tipe B tidak memerlukan izin khusus. Tetapi perusahaan premiks yang memproduksi bahan kategori II tipe B tetap memerlukan izin karena perusahaan ini menggunakan obat kategori A.

Dari peraturan FDA, jelas bahwa peternak yang mencampur pakan sendiri diarahkan untuk membuat pengobatan dengan obat tipe B yang dibeli dari perusahaan obat pembuat premiks. Apabila ingin menggunakan obat kategori II dengan tipe A maka pabrik pakan harus memperoleh izin khusus.

 

Pemakaian

Pemakaian pakan pengobatan harus mengikuti petunjuk pemakaiannya sesuai dengan tujuan pengobatan tersebut. Peraturan Menteri No. 14 tahun 2017 menyatakan bahwa pemakaian antibiotika dan juga antikoksi yang masuk dalam kelompok Ionophore harus mendapat rekomendasi dari dokter hewan yang ditunjuk dan diberikan selama tujuh hari. Manakala pakan pengobatan masih diperlukan berdasarkan rekomendasi dokter hewan yang berwewenang maka pemberian pakan pengobatan masih dapat dilanjutkan sampai beberapa periode tujuh hari berikutnya.

Hal yang belum diatur secara jelas adalah waktu penghentian pemberian pakan pengobatan. Hal ini sebaiknya mengacu kepada rekomendasi dari pabrik pembuat antibiotika, chemical atau antikoksi. Beberapa jenis bahan harus dihentikan beberapa hari sebelum ternak di panen/potong untuk mencegah terjadinya residu dari bahan tersebut di dalam daging. Bukan hanya dalam daging, banyak residu ditemukan dalam hati, karena hati menjadi tempat terjadinya metabolisme bahan kimia dalam tubuh. Pemerintah sebaiknya memberikan peraturan tidak hanya mempertimbangkan residu dalam daging, melainkan juga residu dalam hati.

Hal yang paling sulit untuk dilakukan pengawasan adalah waktu penghentian obat yang diberikan kepada ayam petelur semasa produksi. Pemberian obat dapat menimbulkan residu dalam telur, sedangkan peternak akan tetap menjual seluruh telur produksinya dan tidak memisahkan telur yang mengandung residu. Pemerintah sebaiknya melakukan kajian mendalam dalam membuat peraturan mengenai pemakaian obat pada ternak petelur, termasuk analisis risiko ketika pakan pengobatan diberlakukan.

 

Resiko

Seperti disinggung sebelumnya, pemberian pakan pengobatan dapat menimbulkan resiko terjadinya residu dalam hasil ternak baik berupa daging, organ, susu maupun telur. Penentuan resiko didasarkan atas pertimbangan kandungan residu dalam produk unggas yang ditemukan, jumlah produk unggas yang akan dikonsumsi manusia dan kemungkinan terjadinya Antimicrobial Resistance (AMR) dari obat yang dipakai. Nilai risiko dapat diklasifikasikan ke dalam penilaian yang bersifat kuantitatif ataupun kualitatif. Sebagai contoh, penilaian dikelompokkan menjadi sangat tinggi, tinggi, medium (rata-rata), rendah dan sangat rendah. Berdasarkan hasil studi yang mendalam, maka pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan mengenai jenis obat (antibiotika, bahan kimia dan/atau antikoksi) yang dapat digunakan untuk ayam broiler atau petelur dari berbagai kondisi fisiologis. Tujuan utamanya adalah mengobati ternak agar produksi dipertahankan dan “animal welfare”, tetapi juga melindungi konsumen yang mengonsumsi produk ternak dari bahaya terjadinya AMR.

 

Pakan Pengobatan_1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Residu obat dalam produk unggas mungkin meningkat dengan pelarangan AGP.

 

Sekiranya studi semacam di atas dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, maka hal ini dijadikan pertimbangan dalam memilih jenis obat dan tata cara pemakaiannya. Studi semacam ini membutuhkan waktu dan biaya. Bila hal ini menjadi kendala, ada baiknya mengadopsi peraturan yang sudah dijalankan oleh negara maju. Penulis secara pribadi cenderung membuatkan peraturan yang bersifat “positive list”, artinya mencantumkan obat apa saja yang boleh diberikan dalam pakan pengobatan beserta tata cara pemakaiannya. Jadi obat yang di luar daftar, tidak boleh digunakan sama sekali. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan peraturan di lapangan. Berlainan halnya jika menerapkan “negative list”, yaitu berisi obat yang tidak boleh digunakan seperti yang dilakukan oleh Permentan No. 14 tahun 2017 mengenai Klasifikasi Obat Hewan. Sudah barang tentu daftar “positive list” dari obat hewan dapat dirubah dengan adanya penemuan baru dengan bukti ilmiah yang ada.

 

Rekomendasi

  • Pakan pengobatan merupakan hal penting untuk diterapkan dengan berlakunya penghentian penggunaan AGP dan penggunaan ionophore hanya tujuh hari.
  • Pembuatan pakan pengobatan hanya dapat dilakukan oleh pabrik pakan terlisensi yang menggunakan obat dengan kategori II, yaitu yang membutuhkan waktu henti (withdrawal period) dan dibuktikan mampu memproduksi pakan sesuai CPPB. Bila obat yang digunakan sudah terdaftar dan pabrik pakan mempunyai Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PJTOH), maka tidak diperlukan lagi pendaftaran khusus untuk pakan pengobatan. Pemerintah melakukan audit terhadap label dan pemakaian obat dalam pabrik pakan.
  • Peternak yang akan menggunakan pakan pengobatan harus mendapat rekomendasi dokter hewan yang berwenang dan mengikuti petunjuk pemakaian pakan pengobatan yang terdapat dalam label pabrik pakan.
  • Pemerintah membuatkan daftar obat hewan yang boleh digunakan dalam pakan pengobatan baik jumlah/dosis maupun waktu henti yang harus diterapkan. Pemerintah harus memonitor kandungan residu dalam hasil ternak dan melakukan pembinaan terhadap peternak untuk mencegah terjadinya AMR pada manusia. ***

 

Penulis adalah peneliti di

Balai Penelitian Ternak, Ciawi

Sumber: www.majalahinfovet.com dan Buku Kompendium Pelengkap dan Imbuhan Pakan

Harga buku : Rp. 350.000 belum termasuk ongkir.

Pesan buku Hubungi:

Wawan : 0856 8800 752
Achmad : 0896 1748 4158

Alamat :
Jln. Rawa Bambu, Gedung ASOHI – Grand Pasar Minggu No.88 A, Jakarta Selatan 12520
Telp : 021-782 9689, Fax : 021-782 0408

No. Rek : PT Gallus Indonesia Utama
BCA : 733 030 1681
MANDIRI : 126 000 2074 119

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>