FOKUS: NDV, KUCARI WAJAHMU

Virus ND (Newcastle Disease Virus = NDV) penyebab ledakan kasus ND  alias tetelo dalam beberapa tahun terakhir tampaknya semakin beringas, tak lekang oleh waktu.  Tidak hanya pada ayam komersil, pada level yang lebih tinggi seperti ayam bibit (breeder) pun tak lolos oleh serbuannya.  Cobalah simak dengan seksama kondisi di lapangan, ayam yang dipelihara dalam kandang tertutup pun tak jarang jadi korban keganasannya.  Lalu, apanya yang salah?  Seberapa besar sumbangsih alias makna hasil uji-uji laboratoris di tingkat molekuler bagi seorang praktisi lapangan untuk menyikapi ledakan kasus penyakit infeksius tersebut? Lewat kacamata seorang praktisi lapangan, tulisan singkat ini mencoba untuk menyapa dan menebar “kelegaan” ditengah ranah kebingungan serta frustasi para insan perunggasan Indonesia dimanapun berada.

NDV, KUCARI WAJAHMU

Oleh: Tony Unandar

Virus ND (Newcastle Disease Virus = NDV) penyebab ledakan kasus ND  alias tetelo dalam beberapa tahun terakhir tampaknya semakin beringas, tak lekang oleh waktu.  Tidak hanya pada ayam komersil, pada level yang lebih tinggi seperti ayam bibit (breeder) pun tak lolos oleh serbuannya.  Cobalah simak dengan seksama kondisi di lapangan, ayam yang dipelihara dalam kandang tertutup pun tak jarang jadi korban keganasannya.  Lalu, apanya yang salah?  Seberapa besar sumbangsih alias makna hasil uji-uji laboratoris di tingkat molekuler bagi seorang praktisi lapangan untuk menyikapi ledakan kasus penyakit infeksius tersebut? Lewat kacamata seorang praktisi lapangan, tulisan singkat ini mencoba untuk menyapa dan menebar “kelegaan” ditengah ranah kebingungan serta frustasi para insan perunggasan Indonesia dimanapun berada.

Sekilas tentang Virus ND (NDV)

Karena dapat memberikan dampak kerugian yang sangat signifikan secara ekonomis, maka Badan Kesehatan Hewan se-Dunia (OIE = Office Internationale des Epizooties) menggolongkan penyakit tetelo (ND) kedalam daftar A (OIE, 2009), yaitu penyakit hewan yang berbahaya bagi manusia dan atau yang sangat merugikan secara ekonomis.  Agen penyebabnya adalah virus Newcastle Disease (NDV) yang tergolong dalam Avian Paramyxovirus serotipe-1 (PMV-1), anggota dari famili Paramyxoviridae (Mayo, 2002).  Dengan demikian, walaupun mempunyai banyak genotipe dan patotipe, namun secara ilmiah DAN sampai saat ini, virus ND pada unggas tetap saja hanya mempunyai SATU buah serotipe, baik itu yang berasal dari strain lentogenik, mesogenik ataupun velogenik (Gu dkk, 2011).

Seiring dengan perkembangan pengetahuan biologi molekuler, para peneliti dalam bidang virologi selanjutnya dapat mendeteksi struktur material genetik (genom) vvNDV tersebut serta mempelajari hubungannya dengan karakteristik biologisnya seperti yang akan dijabarkan dibawah ini.

Selanjutnya, menurut Miller dkk (2009), material genetik alias rantai genom NDV mempunyai panjang kira-kira 15,2 kb yang menyimpan kode-kode genetik 6 buah protein penting dari partikel virus ND yaitu Nucleocapsid protein (NP), Phosphoprotein (P), Matrix protein (M), Fusion protein (F), Hemagglutinin-neuraminidase (HN) dan Large RNA-directed RNA polymerase (L).

Pada penelitian karakteristik biologis virus ND, ternyata protein F0 (yang merupakan prekursor F glycoprotein) dapat terpecah menjadi “trypsin-like enzymes” yang dapat memediasi fusi antara virus dengan membran sel induk semang target dan membantu virus masuk kedalam sel induk semang tersebut (Rott, 1979).  Itulah sebabnya mengapa protein F mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan keganasan atau patogenisitas NDV saat proses infeksi terjadi.  Dengan demikian, ketika mencermati data penelitian yang membandingkan susunan asam amino protein F dan atau mencermati hasil data perbandingan “DNA-sequencing” ANTARA virus La-Sota (strain lentogenik) dari vaksin ND yang selama ini dipakai DENGAN virus ND isolat lapangan (strain velogenik) yang notabene ganas, JELAS ada perbedaan yang signifikan, karena sudah sejak lama diketahui berbeda dalam hal keganasannya.  Tegasnya,  perbedaan GENOTIPE dalam ini merujuk pada perbedaan ekspresi PATOTIPE-nya, BUKAN pada SEROTIPE-nya.   Data ini jelas tidak perlu diperdebatkan lagi, namun yang menjadi pertanyaan adalah apa hubungan antara tingginya ledakan kasus ND yang ada belakangan ini (kalau memang virusnya sudah lebih ganas alias patotipe-nya sudah berubah) dengan efektifitas penggunaan vaksin ND yang beredar di lapangan?  Tegasnya, apakah memang ada korelasi yang sangat positif antara pergeseran susunan protein F dengan ketidakberdayaan antibodi yang terbentuk dari vaksin ND yang beredar dilapangan sekarang?  Atau ada hal lain yang lebih penting dalam menyikapi situasi seperti ini?

                Pada penelitian karakteristik biologis virus ND selanjutnya, ternyata protein HN tidak saja berperanan sangat penting sebagai “immunoprotective glycoprotein” (immunogenic determinant) pada permukaan amplop partikel virus ND (Scheid, 1973), akan tetapi juga bertanggungjawab pada beberapa fungsi esensial bagi partikel virus ND tersebut, yaitu:

  1. Merupakan sisi pengikatan/perlekatan partikel virus dengan reseptor asam sialat pada sel induk semang (“attachment phase” dari mekanisme infeksi).
  2. Bertindak sebagai fasilitator saat aktifias fusi dari protein F terhadap membran sel target induk semang (“entry phase” dari mekanisme infeksi).
  3. Bertanggungjawab untuk menghilangkan asam sialat (sialic acid) pada saat terjadinya pelepasan progeni partikel virus dari sel induk semang yang terinfeksi (“release phase” dari mekanisme infeksi).

Dengan demikian secara biologis, protein HN selain bertanggungjawab untuk menentukan tropisma sel dari jaringan yang akan diinfeksi, juga sedikit banyak mempunyai kontribusi untuk menentukan keganasan virus (Huang dkk, 2004).

Pada tahun 2006, Kattenbelt dkk secara mengejutkan memberikan indikasi baru terkait dengan protein HN ini.  Ternyata, tekanan penggunaan vaksin ND yang sangat intensif dalam industri perunggasan moderen terbukti dapat mengakibatkan pergeseran “codon” pada material genetik virus ND lapangan.  Ujung-ujungnya, jelas dapat mengakibatkan perubahan manifestasi pada susunan asam amino protein HN virus ganas yang ada dilapangan.  Penemuan Kattenbelt ini selanjutnya dipertegas oleh Min Gu dkk yang berasal dari Universitas Yangzhou (PR China) pada tahun 2011.  Namun, mengingat struktur protein HN (sebagai immunogenic determinant) sangat menentukan karakteristik serotipe virus ND,  masih ada suatu pertanyaan besar tersisa dan perlu dibuktikan secara ilmiah adalah, sudah seberapa besar pergeseran manifestasi susunan asam amino HN itu pada virus ND lapangan di Indonesia sehingga sudah merupakan suatu “keadaan mendesak” untuk menggunakan vaksin ND  yang mempunyai “homologi” yang sama dengan virus lapangan tersebut?

Lalu, apa makna selanjutnya bagi peternak maupun praktisi perunggasan Indonesia atas seputar informasi teknis molekuler virus ND seperti yang diutarakan tersebut diatas?  Perlu juga diingat, keberadaan virus ND yang tergolong sangat ganas (vvNDV = very virulent ND Virus) sebenarnya sudah dilaporkan ada di Indonesia sejak lama, atau bahkan sejak tahun 1926 ketika Kraneveld berhasil mengisolasinya pertama kali pada wabah pest unggas saat itu di Karesidenan Bogor. Pada tahun 1972, peneliti senior Poernomo Ronohardjo (mantan Direktur Balitvet – Bogor) telah berhasil mengisolasi vvNDV jenis baru dari ayam kampung yang kelak disebut strain ITA.  Dengan demikian, fakta yang tidak terbantahkan adalah virus vvND (strain ITA) sebenarnya sudah ada di Indonesia sudah lebih dari empat dekade lalu.  Karakterisasi biologis virus ND strain ITA tersebut selanjutnya dilakukan oleh peneliti Lies Parede & Peter Young pada tahun-tahun berikutnya.  Pada akhirnya, virus ND strain ITA ini selalu digunakan sebagai virus ganas pada uji tantang alias “challenge test” penelitian-penelitian laboratoris virologi di balai penelitian pemerintah yang sekarang bernama Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor (Parede & Young, 1988).

Laporan penelitian dari beberapa kolega praktisi perunggasan akhir-akhir ini mengindikasikan adanya pergeseran struktur genom protein F yang sangat menentukan keganasan virus ND lapangan yang ada (Samal & Prayitno, 2011).  Hasil ini tampaknya selaras dengan kondisi yang ada di lapangan  “Tampaknya” virus ND lapangan sekarang memang lebih ganas.  Namun, mengingat virus ND hanya mempunyai satu serotipe, apakah perubahan keganasan vvNDV lapangan selaras alias berkorelasi positif dengan perubahan “immunogenic determinant” secara signifikan sehingga dibutuhkan suatu sediaan vaksin dengan homologi yang tinggi dengan virus lapangan? 

Menakar Prevalensi Kasus

Perlu diketahui, ditinjau dari aspek epidemiologis dan perjalanan mekanisme infeksi kasus penyakit infeksius dalam suatu populasi ayam secara umum (termasuk penyakit tetelo) dilapangan; ternyata ledakan kasus tidak hanya ditentukan oleh keganasan patogen itu sendiri, tetapi juga sangat ditentukan oleh adanya kesesuaian kondisi host-patogen alias suatu kondisi yang merupakan fungsi aditif dari beberapa faktor (multi-faktor) INTERAKSI antara host (induk semang) dengan patogen (bibit penyakit) yang ada dilapangan.  Dari sudut pandang inilah sebenarnya dapat diterangkan mengapa data hasil percobaan laboratoris (laboratory trial data) seringkali ada variasi atau bahkan tidak selaras jika dibandingkan dengan hasil-hasil percobaan lapangan (field trial results).

Sebelum menakar prevalensi kasus-kasus infeksius dalam industri perunggasan saat ini, simak juga tulisan ilmiah populer dengan judul “Tiga Pilar Dasar: Evaluasi dan Prediksi Penyakit Unggas Terkini” (majalah Infovet edisi Desember 2011) yang telah menjelaskan secara gamblang bahwa ayam moderen (baik itu ayam bibit maupun ayam layer serta broiler komersil) yang dipelihara saat ini sebenarnya selalu berada dalam kondisi imunosupresi yang dicetuskan oleh stres yang subkronis/kronis akibat adanya faktor stres intrinsik (genetic improvement), faktor stres ekstrinsik (global warming), variatifnya peluang cemaran mikotoksin dalam pakan serta tingginya potensi mikroba lapangan untuk melakukan mutasi.

Selanjutnya, disamping faktor virulensi patogen itu sendiri, maka prevalensi kasus alias kejadian ledakan kasus infeksius dilapangan sebenarnya dapat diformulasikan dalam rumus seperti tertera di bawah ini:

Prevalensi Kasus = ò (SU + SK + TI),  dimana:

SU = Status Umum (induk semang)

SK = Status Kekebalan/Imunitas (induk semang)

TI = Total Inokulum (konsentrasi patogen yang diterima oleh induk  semang/satuan waktu)

Hal ini menegaskan bahwa VARIASI Kombinasi interaksi antara kondisi umum ayam, status imunitas ayam serta densitas mikroba patogen (yang kelak akan menentukan total inokulum) di sekitar ayam pada fase umur ayam tertentu SANGAT menentukan kemunculan kasus-kasus infeksius (termasuk kasus ND) dilapangan saat ini.  Tegasnya, kejadian ledakan kasus ND akhir-akhir inipun TIDAK semata hanya terkait dengan interaksi antara faktor perubahan keganasan virus ND yang ada saat ini dengan faktor homologi kandungan virus dalam vaksin yang ada (faktor status kekebalan), akan tetapi juga ditentukan oleh kedua faktor lain. Disamping itu, mengingat ND merupakan suatu “airborne disease”, maka menganalisa ledakan kasus ND lapangan dengan hanya “berkutat” pada pada faktor “status kekebalan/imunitas” tentu saja kurang bijaksana.

Selanjutnya, untuk mencegah ataupun mengendalikan kasus ND yang selalu mengancam populasi ayam saat ini, ada baiknya para peternak juga mencermati serta menganalisa faktor-faktor yang bertanggungjawab pada terjadinya ledakan kasus ND dilapangan dengan seksama. (toe)

Sumber: www.majalahinfovet.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>