FOKUS: Kenali Serangan Bakteri, Musuh yang Kasat Mata

Kenali Serangan Bakteri, Musuh yang Kasat Mata_6

Kenali Serangan Bakteri, Musuh yang Kasat Mata

Mengendalikan penyakit agar tidak bersarang dan berkembang di suatu peternakan unggas memang susah-susah gampang. Oleh karenanya dibutuhkan teknik yang jitu, serta pengalaman yang mumpuni dalam mengendalikannya.

Ada di Lingkungan dan Kasat Mata

Diketahui bersama bahwa iklim Indonesia yang tropis menjadi salah satu faktor mengapa banyak mikroorganisme kerasan dan mampu bertahan hidup di lingkungan. Begitupun bakteri, entitas seperti bakteri patogen sejatinya sudah ada di lingkungan. Oleh sebab itu, ibarat perang, peternak sudah lebih dahulu dikepung oleh musuh.

Bakteri penyebab penyakit semacam Mycoplasma gallisepticumE. coliClostridium dan lain sebagainya mampu bertahan hidup di lingkungan. Belum lagi bakteri yang berasal dari hewan lain seperti burung liar yang juga sering ditemui di kawasan peternakan. Faktor manusia juga bisa menjadi penunjang bagi bakteri-bakteri patogen tadi dapat menyebar di kawasan peternakan. Misalnya, jika higiene dari petugas kandang yang kurang terjaga, tentunya dapat menulari ayam di flok yang berbeda.

Terkait masalah tersebut, peneliti serta dosen FKH IPB, Prof Drh Bambang Pontjo, kembali mengingatkan peternak akan pentingnya memahami musuh yang kasat mata ini. Ia mencontohkan, bakteri penyebab CRD (Chronic Respiratory Disease), yang bisa bertahan cukup lama di suhu sekitar 20-an° C selama 1-3 hari, kemudian dalam kuning telur selama 18 minggu pada suhu 37° C atau selama 6 minggu pada temperatur 20° C. Di dalam cairan allantois, mikroorganisme ini tetap infektif selama 4 hari dalam inkubator, 6 hari dalam suhu ruang dan 32-60 hari dalam lemari es.

“Kalau kita sudah tahu musuh kita karakteristiknya seperti apa, seharusnya bisa kita perangi mereka. Jangan kita lengah dan acuh atau bahkan terlalu yakin bahwa kawasan peternakan kita ini benar-benar aman dari ancaman bakteri patogen,” ujar Prof Bambang. Setidaknya peternak harus berusaha meminimalisir kejadian penyakit, jika perlu dibuat target agar tidak ada kasus penyakit infeksius.

Tanggapan senada juga disampaikan peneliti dari Universitas Airlangga, Prof Suwarno, bahwa faktor lingkungan patut diperhatikan. Lebih jauh ia menerangkan, lingkungan adalah faktor penting dalam suatu usaha peternakan. “Kadang ada peternak karena membaca kondisi harga lagi bagus, istirahat kandangnya dipercepat. Bakteri belum berkurang di lingkungan, terus ayam sudah masuk lagi. Itu sama saja masukin kaki ke kolam buaya, nyari penyakit,” tutur Prof. Suwarno.

Maka dari itu, peternak diimbau selain harus mengenal karakteristik agen infeksius juga harus patuh akan pentingnya istirahat kandang, karena istirahat kandang yang terlalu cepat tidak akan mengurangi atau memutus rantai infeksi secara permanen.

Layaknya mahluk hidup, kandang juga butuh istirahat. Terkadang ketika peternak mengejar keuntungan berlipat karena harga ayam pada suatu periode sedang tinggi, istirahat kandang sering diabaikan. Padahal tiga minggu masa istirahat kandang besar pengaruhnya bagi kelancaran produksi siklus berikutnya.

Technical Manager PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh Agus Prastowo, memaparkan bahwa istirahat kandang memegang peranan penting, selain dalam mereduksi bahkan mengeliminir mikroorganisme yang ada pada lingkungan. Istirahat kandang berpengaruh pada peningkatan imunitas ayam.

“Pernah saya mengikuti seminar, dijelaskan bahwa hasil penelitian terkini mengatakan bahwa ayam broiler yang dipelihara tanpa masa istirahat kandang, memiliki sistem imunitas lebih rendah dibanding ayam yang dipelihara dengan istirahat kandang selama tiga minggu,” jelas Agus.

Ia melanjutkan, rendahnya imunitas ayam terlihat dari kadar hormon ACTH (Adeno Corticotropic Hormone) yang tinggi. Peningkatan kadar hormon ACTH mengindikasikan bahwa ayam berada dalam kondisi stres. Pada kondisi tersebut, ayam akan mengalami imunosupresi berkepanjangan, sehingga rentan terhadap serangan mikroorganisme patogen.

Menurut Agus, dalam penelitian itu ayam yang dipelihara pada kandang yang tidak diistirahatkan memiliki kadar Interleukin-1 (indikator radang) lebih tinggi. Tingginya Interleukin-1 mengindikasikan bahwa sisa-sisa mikroorganisme patogen yang ada pada kandang menyebabkan reaksi radang di dalam tubuh ayam, walaupun ayam tidak menunjukkan gejala klinis signifikan. Selanjutnya, reaksi radang yang terjadi di usus misalnya, akan mengakibatkan proses penyerapan nutrisi tidak optimal, sehingga nilai konversi pakannya akan menurun.

Oleh karena itu, lanjut dia, peternak harus bisa melaksanakan masa istirahat kandang dengan tepat, minimal selama 14 hari. Dengan begitu, siklus hidup beberapa mikroorganisme patogen dapat terputus.

Masih jadi Primadona

Bicara penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri, tentu tidak akan ada habisnya. Kejadian penyakit infeksius karena bakteri kerap berulang kali terjadi. Data dari Techincal Consultation & Education PT Medion di bawah ini menunjukkan bahwa penyakit akibat infeksi bakteri masih menjadi “primadona” di peternakan ayam, baik broiler maupun layer dalam negeri.

Kenali Serangan Bakteri, Musuh yang Kasat Mata

Gambar 1. Data ranking penyakit ayam pedaging (2016-2018).

 

Kenali Serangan Bakteri, Musuh yang Kasat Mata_1

Gambar 2. Data ranking penyakit ayam petelur (2016-2018).

 

Dari kedua data di atas, jelas sekali terlihat bahwa penyakit yang mendominasi adalah penyakit bakterial (CRD, CRD kompleks, Coryza dan Colibacillosis). Baik di peternakan ayam broiler maupun layer, CRD masih memuncaki ranking pertama dengan kejadian lebih dari 1.000 kasus. Timbul pertanyaan, mengapa kasus-kasus tersebut masih sering terjadi dan berulang?

Technical Education & Consultation PT Medion, Drh Christina Lilis, angkat bicara mengenai hal tersebut. Menurut dia, banyak faktor mengapa penyakit-penyakit kausa bakteri masih menjadi primadona dengan frekuensi kejadian yang banyak. Faktor paling mendasar dari terjadinya kasus infeksi penyakit bakterial adalah kurangnya kesadaran peternak akan manajemen pemeliharaan yang baik.

“Peternak kalau dibilang kurang edukasi tapi perusahaan-perusahaan besar sering memberikan seminar. Terus peternak juga kadang diajak jalan-jalan juga buat belajar cara beternak yang baik. Informasi mengenai kesehatan hewan juga sekarang mudah diakses, cuma kadang ada yang suka meremehkan hal kecil yang sebenarnya esensial dalam manajemen pemeliharaan. Kadang mereka acuh terhadap ternaknya, ini banyak terjadi di peternak kita. Mungkin pemilik peternakan besar punya staf dokter hewan untuk mengawasi ternak dan peternak mitranya, tetapi peternak dengan skala kecil pasti tidak,” kata Lilis.

Oleh sebab itu, ia selalu mengingatkan kepada staf Technical Sales PT Medion agar tidak melulu jualan. “Saya selalu mengingatkan kepada tim kita di lapangan, jangan lupa edukasi kliennya juga. Mudah-mudahan perusahaan lain juga begitu,” ucap dia.

Selain itu, Lilis juga menggaris-bawahi pentingnya penggunaan antibiotik yang tepat guna dalam dunia peternakan. “Pengunaan antibiotik itu pasti dilakukan kalau untuk penyakit-penyakit infeksi bakterial. Perlu diawasi penggunaannya, karena nanti kaitannya dalam hal ini kepada resistensi antibiotik,” jelasnya.

Ia menambahkan, sejak diberhentikannya penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promotor) pada pakan, banyak peternak yang mengaku performa ternaknya menurun, tak jarang peternak menggunakan antibiotik dengan serampangan. “Misalnya antibiotik yang bukan untuk AGP, mereka coba berikan dengan dosis AGP di pakan, atau bahkan dipakai serampangan begitu saja, tidak melihat waktu henti obat, indikasi dan lain sebagainya. Ini berbahaya,” ungkapnya.

Pernyataan Lilis benar adanya, tim Infovet pernah menyaksikan sendiri ada beberapa peternak yang nakal menggunakan sediaan antibiotik tanpa indikasi yang jelas. Padahal ayam berada dalam kondisi sehat, tidak terjadi wabah dan bisa dibilang aman. Jika ini dibiarkan terus-menerus dan berkelanjutan, bagaimana di masa mendatang? Tentunya akan sangat berbahaya.

Ketika bakteri patogen semakin berkembang dan resisten terhadap antibiotik, peternak akan kehabisan senjata dalam mengendalikan penyakit infeksi bakterial. Kejadian akan terus berulang dan lama-kelamaan perlahan tapi pasti, bakteri patogen semakin kuat, namun pertahanan peternak semakin lemah, kondisi ini sudah pasti akan menyulitkan peternak sendiri. (CR)

Sumber: www.majalahinfovet.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>