Kesehatan Hewan: Toxoplasmosis Penyakit Penyebab Keguguran

kitty in woman hands

Toxoplasmosis Penyakit Penyebab Keguguran

Oleh: Muhammad Lutfi

Menghasilkan anakan dari ternak yang sedang kita pelihara adalah peristiwa yang sangat menggembirakan. Namun, dalam kenyataannya, tidak selamanya apa yang kita inginkan itu terjadi, ada kalanya ternak  tidak mampu untuk menghasilkan anak, karena ternak sedang mengalami gangguan pada sistem reproduksi. Salah satu penyakit yang mempunyai ciri khas menyerang saluran reproduksi adalah penyakit toxoplasmosis.

Penyakit ini disebabkan oleh protozoa toxoplasma gondii. Penyakit ini bersifat zoonosis yang secara alami dapat menyerang manusia, ternak (domba, sapi, babi dan bangsa burung), hewan peliharaan atau kesayangan dan satwa liar. Toxoplasma gondii pada inang definitif (kucing dan familinya seperti macan tutul, harimau) dan pada inang perantara yaitu: domba, kambing dan manusia mempunyai tiga bentuk infektif yaitu : takizoit(tropozoit), kista dan ookista. Perkembangbiakan T. gondii dapat terjadi secara seksual dan aseksual, berlangsung pada inang definitif yaitu kucing dan sejenisnya.

Apabila kucing memakan tikus atau burung yang terinfeksi T. gondii bentuk kista, ookista di dalam usus halus kucing akan berkembang secara seksual yang menghasilkan gametogoni (mikrogamet dan makrogamet) dan mengalami proses fertilisasi menjadi skizon, kemudian berkembang menjadi ookista dalam jumlah yang sangat besar, kurang lebih 10 juta sehari selama 2 minggu. Ookista yang keluar bersama tinja kucing yang menderita toksoplasmosis, akan bersporulasi apabila berada di tempat yang kondusif.

Daya hidup ookista yang bersporulasi dapat mencapai lebih dari 1 tahun pada kondisi tanah yang lembab. Jika ookista termakan oleh inang perantara tikus, burung, kambing dan domba, ookista akan berubah bentuk menjadi bentuk tropozoit di cairan tubuh pada infeksi akut, dan bentuk kista pada kondisi kronis di jaringan otot jantung, daging dan otak.

Pada inang perantara domba dan kambing, T. gondii mengalami perkembangan secara aseksual. Ookista infektif mengalami perkembangan dalam sel epitel usus halus secara endodiogeni, dan apabila sel penuh dengan takizoit, maka sel akan pecah dan takizoit (haploid) yaitu bentuk yang membelah, cepat memasuki sel-sel di sekitarnya atau difagositosis oleh sel makrofag. Kista jaringan dibentuk di dalam sel inang perantara bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding.

Penularan secara langsung pada manusia juga dapat terjadi dengan mengkonsumsi potongan organ ternak atau daging yang mengandung tropozoit atau kista yang dimasak kurang sempurna. Manusia yang Mempunyai kebiasaan makan sayuran segar kemungkinan untuk terkontaminasi ookista jauh lebih tinggi. Manusia yang sering kontak langsung dengan kucing penderita toksoplasmosis yang mengandung ookista infektif, juga mempunyai resiko tinggi untuk terinfeksi toksoplasma Kemudian wanita hamil yang terinfeksi kista atau ookista infektif akan terjadi transmisi dari ibu ke fetus dan dapat menyebabkan keguguran.

Infeksiksi dari penyakit ini bersifat intraseluler pada semua alat tubuh dalam rongga badan dengan predeliksi pada sel-sel sistem retikuloendotelial dan susunan safaf pusat. Setelah berhasil masuk dalam sel, parasit berkembangbiak dan menghancurkan sel itu. lalu tersebar melalui peredaran darah hingggap pada organ lain, demikian seterusnya.

Gejala klinisnya tergantung pada alat tubuh mana yang terserang dan alat tubuh mana yang lebih dulu hilang fungsinya. Hal ini tergantung pada infeksinya, apakah infeksinya itu terjadi berasal dari induknya atau infeksi dari hewan lain. Pada umumnya perjalanan penyakit pada hewan sama seperti pada manusia. Gejala-gejalanya yang paling umum adalah ensefalitis, bila infeksi berasal dari induknya sejak lahir. Pada infeksi perolehan bisa terjadi radang paru-paru dan alat pencernaan. Gejala umum yang lain demam, sesak nafas, gangguan saraf.

Proses reproduksi dapat terganggu, karena bila infeksi terjadi pada betina yang bunting bisa terjadi abortus, partus premature atau fetus lahir dalam keadaan lemah kemudian mati. Abortus pada domba terjadi pada minggu ke-4 sampai minggu ke-6 masa kebuntingan. Sebagai kelanjutan setelah kelahiran yang tidak normal tersebut. Biasanya diikuti oleh retensio sekundinae. Toxoplasmosis dapat ditemukan panda dinding uterus dan selaput fetus setelah abortus.

Kebiasaan kambing dan domba makan rumput saat digembalakan atau diberi makan seperti daun-daun dan tanaman perdu akan mempermudah hewan tersebut untuk terinfeksi toksoplasma. Disamping itu, domba atau kambing yang ada di daerah pemukiman penduduk, seperti di tempat-tempat sampah dimana kucing sering mencari makan kemungkinan untuk tercemar ookista jauh lebih besar. Dilaporkan bahwa kehadiran kucing yang terinfeksi T. gondii pada lahan pembuangan sampah memungkinkan terjadinya infeksi toksoplasma pada kambing lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah pemukiman penduduk.

Ciri-ciri khusus dari penyakit ini adalah terbentuknya eksotoksin yang kuat di dalam luka-luka granulomata. Pada hewan bunting, fetus di dalam kandungan diserang toxoplasma melalui plasenta yang ditandai oleh adanya plasesntitis. Plasesntitis yang meluas menyebabkan berhentinya penyediaan makanan untuk fetus, akibatnya fetus yang dikandung dapat mati. Keadaan ini bisa diikuti oleh kejadian resorbsi fetus oleh dinding uterus, abortus atau fetus dapat dikandung terus hingga saat dilahirkan dalam keadaan mati.

Pengenalan hewan terserang T. gondii sangat sulit karena tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau gejala klinis tidak kelihatan secara visual. Diagnosis dini dapat dilakukan dengan uji serologik untuk mendeteksi adanya antibodi (IgM atau IgG) baik secara inhibition haemaglutination assay (IHA), inhibition fluorescent assay (IFA) atau enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).

Faktor yang perlu diperhatikan untuk memutus mata rantai siklus hidup T. gondii antara lain faktor lingkungan, dan inang perantara seperti domba dan kambing. Dalam pemberian pakan rumput pada kambing dan domba diusahakan dari rumput yang dipotong/diarit tidak terlalu dekat dengan permukaan tanah. Penyimpanan konsentrat diusahakan tertutup untuk menghindari cemaran ookista asal tinja kucing, yang dapat menularkan T. gondii secara horizontal.

Pencegahan penularan T. gondii kepada wanita hamil dan anak-anak, bisa dilakukan dengan tidak mengkonsumsi makanan mentah, daging domba, kambing atau daging hewan lain yang kurang masak, juga menghindari kontak langsung dengan kucing. Penggunaan obat-obat dalam pengendalian toksoplasma hanya dapat membunuh bentuk takizoit T. gondii dan tidak dapat membasmi bentuk kistanya, sehingga pengobatan tidak bisa untuk memberantas agen infeksinya. Pengobatan untuk domba dan kambing dengan pirimetamin memperlihatkan respon yang berbeda terhadap daya bunuh parasit.

Pemberian klindamisin pada domba dan kambing dengan dosis 25 – 50 mg/kg bobot hidup per hari dapat membunuh takizoit, diberikan selama 2 minggu. Jika tidak ada klindamisin, bisa diberi sulfadiazine dengan dosis 30 mg/kg bobot hidup diberikan per oral setiap 12 jam bersama dengan pemberian pirimetamin 0,5 mg/kg bobot hidup. Untuk mengurangi efek samping seperti muntah yang timbul setelah pemberian obat, perlu ditambah asam folat 5 mg/hari.

Sumber: www.majalahinfovet.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>