Rp0 / 0 item(s)
  • No products in the cart.
0

Info Iptek

antrax

Mengenal Antraks dan Pencegahannya

Anthrax atau antraks adalah penyakit infeksi bakteri serius yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis. Umunya antraks dapat menyerang kulit, paru-paru dan saluran pencernaan. Beberapa kasus antraks memang sangat mematikan, namun penyakit ini dapat diobati dengan antibiotik jika dideteksi dini. Pada keadaan normal, bakteri Bacillus anthracis menghasilkan spora yang tidak aktif (dorman) dan hidup di tanah. Saat spora terpapar udara masuk ke dalam tubuh makhluk hidup (inang), spora menjadi aktif. Setelah aktif, spora tersebut mulai membelah diri, menghasilkan racun dan menyebarkannya ke seluruh tubuh, yang pada akhirnya menyebabkan penyakit yang berat bahkan sampai kematian. Seperti laporan yang diambil dari Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates, Yogyakarta, bakteri Bacillus anthracis memiliki sifat zoonosis (mampu menular dari hewan ke manusia), dan diketahui bakteri ini ditemukan di berbagai negara termasuk Indonesia, laporan kasus pertama di Indonesia mengenai antraks terjadi pada 1886 silam di daerah Teluk Betung, Lampung. Bacillus anthracis sendiri memiliki dua bentuk forms, yakni spora dan vegetatif, serta memiliki hampir lebih dari 1.200 strain, namun tidak mudah bermutasi. “Spora inilah yang bersifat sangat resisten dan mampu bertahan ratusan tahun. Spora antraks dapat bertahan di tulang dimana itu diketahui selama penggalian arkeologi di situs Nasional Kruger Park, Afrika Selatan, yang diperkirakan sudah berumur 50-200 tahun” (de Vos, 1990). Seperti dijelaskan sebelumnya, antraks tersebar di beberapa negara termasuk di Indonesia. Untuk wilayah hyperendemic/epidemic penyakit ini berada di beberapa daerah di Afrika, seperti Zimbabwe, Zambia, Ethopia, Chad, Niger, Ghana, Pantai Gading dan Guinea, selain itu juga di Turkey, Kyrgyzstan dan Burma. Sementara wilayah endemic antraks berada di Argentina, Mexico, Peru, Bolivia, kemudian Kongo, China, India, Kazakhstan dan termasuk Indonesia. Sedangkan untuk wilayah sporadic antraks berada di wilayah Brazil, Amerika, Canada, Rusia, Australia dan beberapa negara di Eropa.

Penularan

Penularan bakteri antraks ke manusia maupun hewan bisa terjadi lewat beberapa kejadian. Seperti penularan antraks ke manusia, sebagian besar kasus terjadi karena kontak kulit (cutaneous) yang terbuka dengan jaringan, tanah, bulu atau wool yang terkontaminasi. Atau bisa juga lewat daging yang terkontaminasi antraks dan tidak dimasak dengan sempurna (gastrointestinal). Kemudian ada pula penularan spora antraks yang masuk lewat saluran pernafasan (inhalaltional). Namun sampai saat ini, belum ada penularan antraks antar sesama manusia. Sementara penularan terhadap hewan, bakteri dijumpai pada eksudat hemoragik (darah) yang keluar dari lubang kumlah (lubang mulut, hidung, telinga, anus dan alat kelamin) yang kemudian terpapar udara pada tanah, sebab spora antraks tidak akan terbentuk selama bakteri masih di dalam karkas daging (tertutup). Mekanismenya terjadi yang sangat umum pada hewan herbivora yang menelan tanah yang terkontaminasi spora antraks saat merumput, atau bisa juga lewat udara dan serangga. Beberapa spesies hewan dapat terinfeksi antraks dan dapat dikenali dari beberapa gejala klinisnya. Untuk gejala klinis yang bersifat perakut (sangat cepat) biasanya hewan ruminansia seperti sapi, kambing, domba, rusa yang mati mendadak yang dapat disertai atau tidak keluarnya darah dari lubang-lubang kumlah. Kemudian gejala klinis yang bersifat akut (cepat), yang menyerang hewan ruminansia dan kuda biasanya ditandai dengan demam (pada sapi 42oC), depresi, gelisah, sesak nafas, detak jantung cepat tetapi lemah, kejang-kejang, keluar darah dari lubang kumlah, sampai kematian. Sedangkan untuk gejala klinis subaku-kronik biasanya terjadi pada babi, kucing, anjing dan gejalanya berupa lesi/luka dan terjadi pembengkakan lokal yang terbatas pada lidah dan tenggorokan, atau juga terjadi luka dan pembekakan lokal pada kulit (sapi dan kuda). Untuk melakukan diagnosis dan treatment antrkas, sangat tidak dianjurkan untuk melakukan nekropsi (bedah bangkai), serta tidak memotong hewan dan membuka karkas, namun bisa dilakukan dengan pengambilan sampel darah/kulit, atau melakukan pengobatan jika memungkinkan dengan memberikan penicillin dan tetracyclines, atau pencegahan dengan memberikan vaksinasi terhadap hewan yang diduga terjangkit antraks dan hewan yang berada disekitar lingkungan.

Biosafety dan Biosecurity

Pada dasarnya, bakteri antraks yang mudah aktif dengan paparan udara dan mudah menular dari hewan ke hewan atau dari hewan ke manusia, bisa dicegah dengan cara-cara yang tepat. Seperti penjelasan dari BBVet Wates mengenai prinsip biosafety dan biosecurity berikut. Ada dua hal yang menjadi dasar untuk pencegahan antraks, yakni 2M. M1 adalah Mencegah Kontak dengan agen infeksius sehingga terhindar dari penularan dan infeksi antraks (biosafety), kemudian M2 yakni Mencegah Lepas-nya agen infeksius keluar dari tempatnya (inang di lapangan/kultur di dalam lab), sehingga tidak mencemari/menulari lingkungan, termasuk inang yang peka (biosecurity). Praktek 2M tersebut dalam menginvestigasi kasus dugaan antraks dapat dilakukan dengan, Pertama, mengenali kasus terlebih dahulu dengan menganalisa anamneses dan gejala klinis, serta melihat sejarah kasus penyakit yang pernah menyerang daerah tersebut. Kedua, pahami dan bekerja sesuai SOP, seperti tidak membedah hewan yang mati karena dugaan antraks, serta ditunjang dengan peralatan yang lengkap. Kemudian Ketiga, pengemasan dan transport sampel, dengan meminimalisasi kontak dengan media penyakit (darah), dan sampel yang diambil di masukkan ke dalam container tertutup yang aman, antibocor dan anti pecah, untuk mencegah menyebarnya bakteri antraks. Serta Keempat, disposal dan dekontaminasi, yakni hewan yang terinfeksi dikubur atau dibakar sampai hangus di lubang sedalam 2 meter, dan melakukan dekontaminasi semua peralatan, baik itu peralatan lab atau peralatan yang dipakai dengan menggunakan 10% formalin atau 5% bleach. Karena pada prinsipnya, hewan, karkas, dan semua limbah yang ada dan berkaitan dengan hewan terinfeksi tidak digunakan dan harus dimusnahkan. Apabila ada material lain yang akan digunakan kembali (seperti alat kandang, alas lantai, kandang, dll) harus terlebih dahulu dilakukan desinfeksi dan sterilisasi. Sementara untuk biosafety dan biosecurity pengujian di laboratorium, umunya rute infeksi pada operator di lab melalui, inokulasi/tersuntik/tergores syringe needles atau bahan tajam yang terkontaminasi, tumpahan dan percikan ke kulit dan membrane mukosa, ingestion atau paparan melalui pipetting/tanga/objek lain yang terkontaminasi, atau gigitan dari hewan percobaan dan Inhalasi aerosols agen penyakit. Untuk itu operator lab wajib bekerja di Biosafety Lab Level 2 (BSL-2), kemudian preparasi sample dan pengujian harus dilakukan di Biosafety Cabinet Class 2 (BSC Class-2), operator juga harus bekerja sesuai dengan SOP pengujian antraks, dengan memperhatikan potensi hazard mekanik terutama benda tajam (pinset, pisau, object glass), pahami prosedur penanganan tumpahan biologis, gunakan perlengkapan yang benar dan tepat (overall, unpowdered gloves dan A/PAPR), dekontaminasi dan autoclaved alat, consumables dan sampel on-site (di laboratorium zoonosis), serta disposal consumables dan sampel dengan incinerator. (rbs)