Fokus: Waspada Parasit, Sebelum Kerugian Membelit

Parasit ayam__4

Waspada Parasit, Sebelum Kerugian Membelit

 

((Kata parasit seringkali didengar dalam kehidupan sehari-hari, tentunya dengan konotasi yang selalu negatif. Pada kenyataannya memang begitu, organisme parasit memang selalu merugikan inang yang ditumpanginya, baik pada manusia maupun hewan.))

 

Dalam kamus biologi, paarasit merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut makhluk hidup yang hidupnya tergantung pada makhluk hidup lain. Kata parasit berasal dari bahasa Yunani ‘Parasitos’ yang artinya di samping makanan (para = di samping/di sisi, dan sitos = makanan).

Parasit hidup dengan menempel dan menghisap nutrisi dari makhluk hidup yang ditempelinya. Makhluk hidup yang ditempeli oleh parasit disebut dengan istilah inang. Secara umum, keberadaan parasit pada suatu inang akan merugikan dan menurunkan produktivitas inang. Karena selain menumpang tempat tinggal, parasit juga mendapatkan nutrisi dan sari makanan dari tubuh inang. Hal seperti ini akan menyebabkan tubuh inang mengalami mal nutrisi yang akan mempengaruhi metabolisme tubuhnya.

Dalam ilmu kesehatan hewan, parasit identik dengan organisme penyebab penyakit pada hewan. Sebagian penyakit yang menyerang hewan disebabkan oleh parasit yang hidup dan berkembang biak dalam tubuhnya. Dalam istilah “perparasitan” digunakan dua istilah, yakni infeksi dan infestasi. Perbedaannya, istilah infeksi adalah ketika sejumlah kecil dari suatu parasit dapat menimbulkan respon seluler atau imunologi tubuh maupun kerusakan pada inang, dan istilah infestasi mulai digunakan ketika sejumlah kecil parasit tidak dapat menimbulkan kerusakan pada inang, atau dengan kata lain sejumlah besar parasit yang dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh inang.

 

Serangan Luar-Dalam

Digolongkan dari tempat hidupnya, ada dua jenis parasit yakni parasit yang hidup di luar tubuh inang (ektoparasit) dan parasit yang hidup di dalam dalam tubuh inangnya (endoparasit). Keduanya tentunya sama-sama merugikan apabila menyerang inangnya, dalam hal ini hewan ternak.

Berbicara mengenai ektoparasit, Prof Upik Kesumawati dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB angkat bicara. Menurutnya, beberapa jenis arthtropoda merupakan ektopasarit yang penting dan berperan atas kerugian berupa penurunan produktivitas pada ayam. “Kita ambil contoh misalnya kutu ayam dari spesies Menopon gallinae yang biasa menjadi ektoparasit pada ayam, mulanya satu atau dua, namun lama kelamaan si kutu akan berkembangbiak dan menghisap darah dalam jumlah besar pada si ayam tadi,” ujar Upik.

Ia menjelaskan, dengan keberadaan dan aktivitas kutu di tubuh inangnya, membuat inang akan menjadi tidak nyaman. Gigitan dari kutu menyebabkan rasa gatal yang amat sangat. Selain itu, kutu juga mengisap darah dari si inangnya. “Selain stress akibat tidak nyaman, nutrisi dari inang juga otomatis terhisap, hal ini tentunya menjadikan produktivitas menurun dan imunitas juga turun akibat stress,” jelasnya.

Ektoprasit lain yang kerap ditemukan juga pada ayam misalnya tungau dari spesies megninia sp. dan Knemidokoptes sp. Kedua ektoparasit tersebut memang tidak mengisap darah seperti halnya kutu, namun tungau memakan sel-sel kulit pada ayam dan dapat menggali terowongan di bawah kulit si ayam. Aktivitas menggali terowongan tersebut menyebabkan rasa gatal dan nyeri pada ayam, serta mengakibatkan kerusakan kulit yang biasa disebut kaki berkapur (scaly leg). “Dampaknya akan sama seperti infestasi kutu tadi, ayam akan stress sehingga imunitasnya turun, mudah terserang penyakit infeksius lainnya,” ucap dia.

Serangga lain seperti lalat, kumbang franky dan nyamuk mungkin tidak menyebabkan gangguan langsung seperti kutu maupun tungau, akan tetapi kata Upik, baik nyamuk maupun lalat berpotensi menjadi vektor penyakit lain. “Kumbang franky atau kutu franky terbukti bisa menjadi vektor gumboro, sementara nyamuk merupakan vektor penyakit parasitik lainnya yakni Leucytozoonosis (malaria-like disease) yang disebabkan oleh protozoa yakni leucocytozoon sp.,” tukasnya.

Mengenai parasit internal (endoparasit) Prof Umi Cahyaningsih, juga angkat bicara. Menurutnya, penyakit parasit seperti Leucocytzoonosis dewasa ini sangat di underestimate-kan atau dipandang sebelah mata. “Biasanya enggak banyak yang mikir sampai ke situ mas, padahal harusnya dicek, itu penyakit berbahaya buat ayam sama peternaknya,” kata Umi.

Bahaya di sini maksud Umi, bukan karena penyakit tadi dapat bersifat zoonotik, akan tetapi dapat menyebabkan kematian tinggi dan produktivitas yang terhambat. Penurunan produktivitas dapat berupa pembengkakan nilai FCR (rasio konversi pakan), pertumbuhan terhambat, sampai terjadinya penurunan produksi telur dan tingkat pengafkiran yang tinggi. Tingkat kematian ayam rata-rata berkisar antara 10-80%, terdiri dari kematian anak ayam sebesar 7-50% dan ayam dewasa 2-60%.

Lebih lanjut Umi menjelaskan, gejala penyakit ini bersifat akut, proses penyakit berlangsung cepat dan mendadak. Suhu tubuh ayam akan sangat tinggi pada 3-4 hari post infeksi, kemudian diikuti dengan anemia akibat rusaknya sel-sel darah merah, kehilangan nafsu makan (anoreksia), lesu dan lemah, serta lumpuh.

Ayam yang terinfeksi parasit protozoa dapat mengalami muntah darah, mengeluarkan feses berwarna hijau dan mati akibat perdarahan. Infeksi Leucocyztooon  dapat mengakibatkan muntah darah dan perdarahan atau kerusakan yang parah pada ginjal. Kematian biasanya mulai terlihat dalam waktu 8-10 hari pasca infeksi. Ayam yang terinfeksi dan dapat bertahan akan mengalami infeksi kronis dan selanjutnya dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan produksi.

Oleh karena itu, sangat penting lanjut Umi, pengendalian vektor penyakit tadi karena kerugiannya akan sangat besar bagi peternak. Belum lagi jika berbicara penyakit endoparasitik lain seperti koksidia dan cacingan. “Koksidia tidak usah ditanya lagi ya, kerugiannya gimana, yang juga saya soroti sebenarnya penyakit cacingan ini, masih sama di-underestimate-kan juga ini penyakit cacingan,” tutur Umi.

Ia memaparkan, data dari USDA berupa kerugian akibat serangan penyakit parasitik di AS yang mencapai 240 juta USD per tahun, angka tersebut lebih tinggi ketimbang kerugian akibat penyakit infeksius lainnya yang hanya mencapai setengahnya. “Rerata penyakit bakterial dan viral kan akut, ternak matinya cepat, kerugiannya juga sedikit karena kematian, nah kalau parasit ini beda, ternak dibuat enggak produktif, stress, makan tetap tapi hasil berkurang, pengobatan tetap jalan, tapi ujungnya banyak yang mati juga, berkali-kali lipat itu kerugiannya,” papar dia.

 

Ancaman nyata, Harus Dicegah

Jika melihat ke website kesehatan hewan dunia (OIE), dapat diakses data-data bagus dari berbagai negara mengenai penyakit parasitik, namun tidak begitu kalau mencari data penyakit di negara sendiri. Hal ini tentunya juga menjadi bukti bahwa Indonesia belum serius dalam menangani penyakit parasitik. Padahal kerugian akibat penyakit parasit sangat amat besar, namun karena banyak yang meng-underestimate jadi terkesan acuh atau tidak begitu peduli.

Tony Unandar, selaku praktisi dan konsultan penyakit unggas juga berkomentar bahwa amatlah sulit mengobati penyakit yang disebabkan parasit terutama endoparasit. Karena organisme parasit memiliki struktur yang lebih kompleks ketimbang bakteri, sehingga ketahanan dan resistensinya terhadap sediaan anti-protozoa juga tergolong baik. “Enggak usah jauh-jauh, koksidia saja, dulu masih pakai koksidiostat saja suka sering jebol, apalagi enggak?,” tegas Tony.

Ia menambahkan, penyakit-penyakit seperti ini seharusnya dicegah, bukan diobati. “Kenapa harus menunggu terinfeksi dulu baru diobati kalau sebisa mungkin kita cegah?,” ucapnya kepada awak infovet. Ketika ditanya mengenai prescription diet untuk ayam, Tony menyebut, ada baik dan buruknya. Sisi baiknya mungkin sediaan antibiotic growth promoter yang bisa menyebabkan residu jadi tidak ada di produk, tapi buruknya kemungkinan untuk terinfeksi juga menjadi tinggi.

“Menyoroti kebijakan prescription diet ini saya sih terserah pemerintah saja, namun akan lebih baik kalau memang diadakan dulu riset yang mendalam, jangan serta-merta langsung diputuskan begitu saja,” imbuhnya. Adapun pencegahan penyakit parasit seperti koksidiosis dengan menggunakan vaksin bisa saja dilakukan, namun cost yang di keluarkan juga akan tinggi.

Oleh karenanya, seperti biasa ia menyarankan agar peternak, serta divisi animal health di suatu peternakan serius dalam mencegah penyakit parasit, baik yang ektoparasit maupun endoparasit. Karena menurutnya, hal ini sangat berbahaya dan serius. “Perlu dilakukan pencegahan yang serius, berkesinambungan dan terencana, karena ruginya tidak main-main,” pungkas Tony menutup pembicaraan.

Pencegahan penyakit parasit dapat dilakukan secara sederhana, misalnya mengaplikasikan light trap untuk mencegah infestasi lalat berlebih di kandang, atau melakukan fogging dengan pestisida setiap akan memulai chick in maupun selesai periode kandang. Rutin melakukan pemeriksaan darah juga dapat menjadi salah satu metode pencegahan sekaligus monitoring apakah ternak bebas dari parasit darah. Memang membutuhkan tenaga dan cost lebih, tetapi demi mencegah kerugian lebih lanjut tidak ada salahnya. (CR)

Sumber: www.majalahinfovet.com

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>