Fokus: Modernisasi Sistem Budidaya Via Closed House

IMG_16001502301-Foto Budidaya-Berlomba Memacu Performa Genetik di Era Non-Antibiotik

Modernisasi Sistem Budidaya Via Closed House

Menengok kronologis perkembangan budidaya ayam modern di Indonesia, maka sebagaimana diungkap dalam Buku suntingan Ir Bambang Suharno yang berjudul “Setengah Abad Perunggasan Ayam Ras di Indonesia” tak akan dapat dilepaskan dari sistem dan cara pemeliharaan ayam lokal.

Sebab menurut Bambang Suharno, bahwa intervensi dan peran pemerintah pada saat itu begitu besar. Tanpa berkesan ingin meninggalkan peran yang cukup signifikan dari pihak kalangan perusahaan swasta, bahwa pihak rezim penguasa negeri ini pada saat itu memang nyaris lebih dari 80% mengintroduksi AYAM RAS.

Kisah itulah yang menjadi salah satu dasar dan argumen dari Ir Dhanang Purwantoro, untuk menjelaskan mengapa teknologi Budidaya Ayam Ras Modern di Indonesia dengan teknologi Closed House (CH) juga mengalami perkembangan yang cukup pesat sampai saat ini. Meskipun memang bentuk campur tangan pihak pemerintah pada kasus ini, tidaklah dominan.

Namun demikian menurut Sang Pelopor, sebutan yang sangat melekat dengan Dhanang, teknologi itu adalah salah satu bentuk pilihan solusi untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN.

Teknologi CH sendiri sebenarnya sudah masuk di negeri ini sekitar tahun 90-an, namun harus diakui bahwa laju perkembangan dan tingkat adopsi teknologi itu oleh para peternak Indonesia sangat lambat. Selanjutnya di Indonesia, baru menjelang awal tahun 2000-an aplikasi teknologi CH oleh para peternak komersial tumbuh sangat nyata.

Dan Dhanang adalah salah satu pelopor yang terus-menerus membujuk para peternak di hampir seluruh pelosok negeri ini tanpa mengenal lelah. Akhirnya, pada saat ini harus diakui bahwa aplikasi teknologi dengan berbagai improvisasi dan juga modelnya sungguh cukup membanggakan.

Kepada Infovet yang menemui secara khusus di Kantornya di Kawasan Bantul Yogyakarta, awal Juni, Sang Pelopor yang saat ini merambah bisnis Produksi dan Distribusi Karkas Ayam Beku itu menguraikan akan arti penting produktifitas dan efisiensi budidaya ayam ras, baik jenis petelur maupun potong.

Menurutnya bahwa salah satu cara menggenjot produktifitas ayam ras adalah dengan meneladani etos kerja para perintis ayam ras Indonesia di waktu lalu. Sebab mereka mampu memotong pola dan cara pemeliharaan ayam lokal menuju pola pemeliharaaan dan bisnis ayam ras yang lebih progressif.

“Pola lama dalam budidaya ayam lokal dapat ditinggalkan dan beralih menjadi peternak modern yang penuh perhitungan ongkos produksi dan efisiensi proses produksi. Pola itu jelas tak ada dalam kebiasaan lama, dan begitu singkat mampu mengadopsi sistem budidaya modern dan juga segala perilaku bisnisnya,” jelas Dhanang.

Hasil perhitungannya pada pemeliharaan ayam potong (broiler) tentang aplikasi teknologi CH yang termasuk dalam katagori pola dan bisnis modern, mampu memberikan nilai selisih lebih besar dalam hal kontribusi keuntungan sebesar 15-25%. Sebuah ukuran nilai keuntungan yang cukup menggiurkan, meskipun harus diakui bahwa nilai investasi modal untuk aplikasi teknologi itu tidaklah sedikit. Menjadi sangat memberatkan jika harus dihitung dengan bunga kredit pinjaman ke lembaga keuangan (perbankan di Indonesia) yang masih relatif tinggi.

Oleh karena itu, tidak heran jika para aplikator teknologi CH adalah para peternak yang memang sudah lama menggeluti usaha itu dan umumnya relatif telah mapan. Selain itu memang ada investor baru yang tidak sedikit dari luar sektor peternakan yang jeli menghitung peluang bisnisnya.

Menurut Dhanang, dengan aplikasi teknologi aspek produktifitas dan efisiensi produksi begitu nyata dapat dirasakan dalam jangka waktu yang singkat dan hasilnya jelas nyata.

“Jika selama ini keluhan tentang tingkat produktifitas ayam potong yang relatif jauh dari yang seharusnya, maka dengan aplikasi teknologi CH, hasilnya dapat nyata terasa. Setidaknya hasil dari data yang dikoleksi secara rapi dan akurat dari berbagai daerah memberikan bukti nyata akan signifikansi produktifitas. Selain itu dengan sendirinya juga mampu mengusung aspek efisiensi yang sangat profitable,” ujar Dhanang.

Dhanang juga memberikan sodoran data tentang aspek mortalitas atau tingkat kematian dalam proses budidaya. Cara konvensional dengan kandang lama non CH umumnya berkisar dari angka 6-13%. Namun dengan aplikasi teknologi CH, mortalitas maksimal nyaris selalu hanya di bawah 3%.

Sebuah angka perbandingan yang tentu saja sangat menarik minat para investor baru di luar sektor perunggasan. Sedangkan para peternak lama yang sudah relatif mapan namun pola fikirnya masih konvensional butuh waktu yang lebih untuk mau berpindah ke teknologi CH. Namun jika mereka ini yang mempunyai naluri bisnis ke depan yang kuat, juga akan segera berpindah ke teknologi baru itu dan meninggalkan pola budidya cara lama.

“Mortalitas yang rata-rata hanya berada di bawah 3% adalah sebuah indikator yang kuat bahwa aplikasi teknologi CH memang prospektif. Selain itu dengan adanya recording dari para peternak di berbagai daerah yang memberikan bukti nyata akan efisiensi dan produktifitas jelas semakin menguatkan bahwa aplikasi teknologi CH mampu memberikan harapan baru,” ujar Dhanang dengan nada meyakinkan.

Meskipun harus juga diakui bahwa ada sesuatu hal yang harus mendapat perhatian khusus dalam aplikasi teknologi CH di Indonesia. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa meneladani para perintis ayam RAS di Indonesia pada saat awal ada di Indonesia, dimana aspek etos kerja mereka yang harus dicontoh. Dalam hal ini para peternak harus mampu memberikan teladan dan memompa semangat para pekerja, bahwa pola lama harus ditinggalkan dan beralih ke cara yang modern.

Mengingatkan manager dan para pekerja tentang arti penting SOP (standart operating procedur) adalah kewajiban para stake holder dan pemasar teknologi CH. Sebab teknologi adalah sebuah alat bantu yang akan memudahkan jalannya pekerjaan manusia. Namun jika alat bantu itu tidak dijalankan dengan sebenarnya, sudah pasti akan merepotkan dan merugikan semuanya.

“Teknologi CH adalah sebuah alat bantu manusia dalam memelihara ayam agar semakin mudah dan memberika hasil yang optimal. Akan berbalik menjadi merepotkan dan merugikan manusia jika alat bantu itu tidak dijalankan dengan baik dan benar,” pungkas Dhanang. (iyo)

Sumber: www.majalahinfovet.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>