Fokus: Modernisasi Budidaya dan Bisnis Perunggasan Kita

Ternak-Ayam-Broiler-1000x576

Modernisasi Budidaya dan Bisnis Perunggasan Kita

DR Ir Arief Daryanto, MEc, Direktur Program Pascasarjana, Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor (IPB), tidak lagi berupa slogan atau wacana, tetapi sudah menjadi realita. MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) sebagai pasar regional yang berintegrasi memiliki potensi yang luar biasa, dimana 10 negara ASEAN bergabung menjadi satu kesatuan masyarakat ekonomi dengan total populasi penduduk lebih dari 600 juta, total GDP 52,5 triliun dengan total perdagangan intro-regional sebesar 51 triliun.

Persaingan antar negara ASEAN sendiri akan semakin ketat dan sengit dikarenakan bebasnya aliran barang, jasa, investasi dan tenaga kerja di pasar MEA. Selanjutnya, Daryanto menekankan bahwa tidak ada pilihan lain bagi perunggasan Indonesia harus berbenah diri untuk meningkatkan daya saing, Indonesia harus siap berubah (be ready to change) sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi yang dimiliki.

Khususnya industri perunggasan Indonesia, harus terus menerus tidak kenal lelah mengenali kesempatan bisnis yang tumbuh di pasar MEA (recognicing opportunities), memilih straregi yang tepat (strategis selection), menghimpun sumber daya (asembling resources), dan menerapkan rencana pengembangan bisnis. Dengan keempat tahapan tersebut yang diikuti perhitungan yang matang, cermat dan hati-hati, diharapkan Indonesia memperoleh peluang  menjadi “pemenang” di kompetisi perunggasan tingkat MEA.

Pembenahan dan Penyerapan Teknologi

Dalam dunia perdagangan, sasaran utama adalah keuntungan (profit) yang sebesar-besarnya, dengan biaya seminimal mungkin, dan ini hanya akan diperoleh dengan penggunaan teknologi canggih serta tenaga terampil teruji, sehingga usaha/bisnis berputar secara efesien dan efektif yang didukung pula oleh kejelian melirik “peluang pasar”, baik pasar dalam maupun luar negeri.

Menurut Word Economic Forum (WEF), peringkat daya saing (competition index) Indonesia dalam berbagai sektor termasuk perunggasan masih jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Penyebabnya, masih banyak hal yang perlu dibenahi, seperti penguatan koordinasi dan sinergi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, penyempurnaan tatakelola birokrasi, pencepatan pembangunan infrastruktur (seperti jalan, tol laut, jembatan, pelabuhan, bandara dan lain-lain) serta pemberantasan korupsi yang berkelanjutan.

Meneropong khusus sektor perungggasan, modernisasi teknologi telah berlangsung dan diterapkan khususnya di lingkungan pembibitan ayam (breeding), namun di tingkat budidaya belum oleh karena terkendala masih sulitnya peternak untuk menggunakan kandang tertutup (closed house), dan populasi perorangan yang masih sedikit (di bawah 10.000 ekor), sehingga tekanan iklim lingkungan dan wabah penyakit semakin beresiko. Dan juga peternak unggas budidaya yang sebagian besar peternakan rakyat masih menggunakan biosecurity (pencegahan penyakit) seadanya sesuai dengan permodalan yang dimiliki, yang pada akhirnya memungkinkan serangan wabah penyakit unggas lebih besar.

Perlunya Modernisasi Sistem Marketing

Dalam modernisasi marketing pun perunggasan di Indonesia masih belum menerapkan sistem E-marketing sepenuhnya. Padahal, penggunaan teknologi informasi ini akan menciptakan komoditas dan produk unggas menjadi: 1. Berorientasi pada kepentingan konsumen, 2. Produk unggas terdiferensiasi (menggunakan) kemasan dan jelas bermerk, 3. Menggunakan fungsi grading dan label, 4. Selalu memperhatikan segi keamanan pangan (food security) dan keterlacakan (tracebility), 5. Menonjolkan kreasi nilai (value creation), 6. Menciptakan posisi pengecer (retailer) menjadi terdepan, dan 7. Terciptanya struktur kelembagaan pasar, aliran produk unggas, informasi dan kontrol yang terintegrasi.

Tanpa ketujuh poin tersebut dan masih bergantung pada pemasaran “ayam hidup” (live birds) yang dipasarkan ke pasar tradisionil (pasar becek), nampaknya sangat sulit produk unggas akan bertahan dari “serbuan produk unggas” negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand, yang sudah sejak lama mempraktekkan ketujuh poin tersebut. Untuk itu, mulai dari sekarang budayakan secara bertahap kepada konsumen produk unggas agar terbiasa mengkonsumsi produk unggas dingin dan berkemas yang jelas lebih terjamin higienitasnya untuk berbagai lapisan masyarakat.

Semoga perunggasan di Indonesia mampu mengejar ketertinggalan dan siap berkompetisi di “medan” MEA dan Global. (Sjamsirul Alam)

Sumber: www.majalahinfovet.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>