Fokus: Dua Serangan Jamur, Aspergilosis dan Mikotoksikosis

Dua Serangan Jamur - Aspergilosis dan Mikotoksikosis

Dua Serangan Jamur: Aspergilosis dan Mikotoksikosis

 

Ada dua serangan penyaklit ternak yang disebabkan oleh jamur (fungi). Yaitu jamurnya sendiri dan racun yang dikeluarkan oleh jamur itu. “Mikotoksikosikosis tidaklah sama dengan Aspergilosis. Pada mikotoksikosis jamur menghasilkan toksin dulu, toksin inilah penyebab penyakitnya. Sedangkan pada Aspergilosis, jamurnyalah penyebab penyakitnya,” ungkap Prof Drh Charles Ranggatabbu MSc PhD, pakar penyakit unggas dan guru besar FKH UGM Yogyakarta, pada seminar teknis di sebuah pameran peternakan belum lama ini.

Informasi yang sama juga disampaikan pada seminar lainnya yang menyatakan, Aflatoksin (salah satu jenis mikotoksin) merupakan metabolit sekunder dari jamur Aspergillus flavus, bersifat parasit dan berkembang banyak.

 

Aspergilosis

“Tidak menular dari ayam ke ayam. Penanggulangannya atau pengobatannya hanya pisosiklin atau pisau dapur alias afkir,” kata Prof Charles tentang Aspergilosis.

Dia pun memaparkan faktor pendukung kejadian aspergilosis adalah kasus Aspergilosis banyak pada anak ayam. Faktor pendukungnya adalah, berbagai aspek manajemen yang suboptimal, seperti faktor lingkungan di kandang, temperatur lebih dari 25o C dan kelembaban tinggi yang sesuai untuk pertumbuhan fungi, litter basah dan lembap, temperatur brooding rendah, kadar amoniak tinggi, ventilasi/sirkulasi udara kurang memadai, pakan/bahan baku pakan yang lembab dan kerapkali tercemar oleh fungi, kejadian penyakit imunosupresif yang tinggi dan pencemaran pada mesin tetas (hatchery).

Sebagai penyebab penyakit pernapasan pada layer komersial, dampaknya bukan main, yaitu peningkatan angka kematian, hambatan pertumbuhan, gangguan keseragaman berat badan, peningkatan jumlah ayam yang diafkir, peningkatan konversi pakan (FCR), efek imunosupresif, gangguan produksi telur dalam kuantitas maupun kualitas.

Dampak ekonomiknya sendiri yakni, peningkatan jumlah ayam yang diafkir, kualitas pullet yang rendah, penurunan produksi telur dalam kuantitas dan kualitas, peningakatan biaya produksi akibat peningkatan biaya vaksinasi di luar program, peningkatan biaya pengobatan, senitasi/desinfeksi, peningkatan biaya pakan, peningkatan upah tenaga kerja dan kehilangan peluang pemasaran produk.

 

Mikotoksikosis

Munculnya mikotoksin pada daerah tropis yang lembab dan kontaminasi dari pangan tumbuhan mengambil tempat di negara-negara yang dapat ditanami.

Mikotoksin Aflatoksin dimiliki secara alami dan paling kuat menyebabkan terjadinya substansi penyebab kanker. Aflatoksin B1 merupakan yang paling banyak dijumpai dengan Aflatoksin B2, G1 dan G2 adalah satu dengan kepentingan yang paling beracun. Ini semua dapat dijumpai pada jagung, kacang tanah, kacang brazil, biji kapas dan pistachios.

“Mikotoksin: Silent Killer dan Kerugian yang Ditimbulkan”, merupakan bahasan yang dipaparkan Prof Dr Drh Wayan Teguh Wibawan MSc dari FKH IPB dalam seminar teknis yang digelar salah satu perusahaan.

Dia memulai dari produktivitas yang dipengaruhi oleh faktor-faktor, diantaranya umur, jenis kelamin dan spesies, pakan dan status kesehatan, manajemen peternakan (higiene, kelembaban, suhu, dan lain-lain), durasi paparan, alam dan level konsentrasi mikotoksin dan pengaruh lain.

Jelas di sini mikotoksin mengganggu produktivitas. “Mikotoksin merusak hati, saluran cerna (mulut-gizard-usus), sistem imunitas, menurunkan produktivitas,” kata Prof Wayan.

Menurutnya, keracunan aflatoksin pada unggas menunjukkan gejala klinis tertentu, yaitu hambatan pertumbuhan, penurunan asupan pakan, penurunan produksi telur, pucat (pale bird syndrome), kadang-kadang sampai kepucatan pada kaki. Yang tipikal adalah kepucatan organ hati dibarengi dengan adanya akumulasi lemak dan menyebabkan hati mudah pecah. Kemudian perdarahan pada otot juga sering terjadi.

Terungkap, diagnosanya sulit alias tidak mudah. Analisa pakan terhadap mikotoksikosis menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau ELISA. Analisa itu dipadukan dengan gejala klinik dan pemeriksaan PA (patologi anatomi) dan HP (histopatologik).

Senada dengan saran Prof Wayan, saran Prof Charles tentang penanggulangan Aspergilosis pun terungkap, yaitu dengan menjaga semua aspek manajemen pada kondisi optimal khususnya biosecurity ketat, ventilasi/sirkulasi udara yang optimal, kendalikan kadar amoniak dalam kandang. “Kualitas pakan yang optimal, bebas pencemaran fungi,” kata Prof Charles.  (Yonathan)

Sumber: www.majalahinfovet.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>