Kesehatan Hewan: Problem Coryza Pada Ayam Moderen

chicken-2876294_960_720

Problem Coryza Pada Ayam Moderen

Oleh: Tony Unandar

Fenomena kasus penyakit Snot alias pilek ayam menular atau Coryza pada peternakan ayam moderen ibarat bermain “petak umpet”.  Menjengkelkan, bahkan kadang kala dapat membuat peternak kalap, sehingga dalam mengatasinya penggunaan vaksin dan preparat antibiotika sudah tidak rasional lagi. Beberapa informasi dalam tulisan berikut mungkin perlu disimak, agar kasus tidak merupakan langganan yang seolah tak dapat ditampik.

Sebenarnya ada beberapa faktor penting yang menjadi penyebab berulangnya kasus Coryza di lapangan, yaitu:

  • Kelembaban relatif di dalam kandang cukup tinggi, biasanya jika kelembaban relatif rata-rata di atas 80%, insiden untuk terjadinya kasus Coryza menjadi sangat besar.  Kesalahan “setting” pada sistem kandang tertutup (closed house system) misalnya merupakan suatu fenomena umum terkait dengan kejadian Coryza di lapangan.
  • Fluktuasi temperatur di dalam kandang sangat tinggi.  Perbedaan temperatur rata-rata antara siang hari dan malam hari lebih dari 8oC, khususnya pada musim kemarau, akan menjadi faktor pencetus untuk terjadinya kasus Coryza.
  • Tingginya kadar amonia, debu dan tantangan virus (ND, IB) atau kuman (Mikoplasma) yang ada di dalam kandang sangat mendukung untuk terjadinya kasus Coryza. Tegasnya, infeksi Mikoplasma yang kronis misalnya jelas akan membuat peluang kasus Coryza menjadi lebih besar.
  • Frekuensi program vaksinasi yang menggunakan vaksin aktif dengan target organ di saluran pernafasan atas yang tinggi, misalnya ND atau IB aktif juga dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya ledakan kasus Coryza.
  • Tingginya faktor stres, misalnya kepadatan yang terlalu tinggi.

 

Untuk mengurangi ledakan kasus Coryza di lapangan, sangat dianjurkan untuk meminimkan pengaruh faktor-faktor tersebut di atas. Akan tetapi, pengalaman lapang menunjukkan pula tingginya kasus Coryza walaupun flok yang bersangkutan telah divaksinasi dengan bakterin Coryza.  Ada beberapa alasan mengapa kasus Coryza sering sekali berulang, walaupun sudah dilakukan program vaksinasi dengan baik:

  • Secara statistik, tingkat kegagalan vaksin bakterin jauh lebih besar dari vaksin viral.  Tingkat kegagalan vaksin bakterin sekitar 30%, sedangkan vaksin viral sekitar 5%.  Dengan demikian, strategi lapangan yang dikombinasi dengan implementasi biosekuritas yang baik jelas akan meningkatkan prosentase keberhasilan dalam pencegahan kasus Coryza via vaksinasi.
  • Serotipe bakterin yang ada di dalam vaksin tidak cocok dengan serotipe kuman lingkungan yang menjadi penyebab kasus Coryza di lingkungan farm yang bersangkutan.  Perlu diketahui, di Indonesia yang menjadi penyebab kasus Coryza yang terutama yaitu kuman Avibacterium paragallinarum serotipe A dan/atau C.  Pada beberapa kasus Coryza di lapangan, kadangkala juga melibatkan serotipe B.  Jika vaksin yang digunakan adalah vaksin monovalen (hanya mengandung salah satu dari serotipe yang disebutkan di atas), maka tingkat kegagalan program vaksinasi yang dilakukan akan menjadi jauh lebih besar.

Jika serotipe kuman yang ada di lingkungan peternakan tidak diketahui secara pasti, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan MINIMAL vaksin bivalen (mengandung serotipe A dan C).  Berhubung imunogenisitas serotipe C lebih rendah dari serotipe A, maka sangat dianjurkan untuk memilih vaksin yang mengandung kedua serotipe tersebut dalam porsi yang seimbang/proporsional. Perhatikan rasio antara kedua serotipe tersebut dalam memilih vaksin Coryza yang akan digunakan!!!

1. Seperti telah diketahui pasti, kuman Avibacterium paragallinarum akan mempunyai karakter sebagai berikut:

  • Secara in-vitro (dalam media buatan), kuman tersebut cenderung akan membentuk koloni dengan rantai yang panjang dan tidak membentuk kapsel (selubung sel).
  • Secara in-vivo (di dalam tubuh ayam), kuman tersebut selalu berada dalam bentuk sel yang tunggal dan selalu mempunyai kapsel sebagai alat pelindung dari ancaman mekanisme pertahanan tubuh host/induk semang, dalam hal ini ayam.  Pada hal, juga telah diketahui bahwa masing-masing komponen sel dari kuman tersebut mempunyai kemampuan untuk menggertak zat kebal jika diberikan ke dalam tubuh ayam.  Oleh karena itu, jika sediaan vaksin yang digunakan tidak mengandung cukup tinggi kapsel kuman (capsular antigen), maka tubuh ayam tidak akan membentuk zat kebal terhadap kapsel yang cukup memadai. Dengan kata lain tingkat kegagalan vaksinasi akan menjadi jauh lebih besar. Perlu dicatat, untuk membuat vaksin Coryza dengan keadaan sel yang lengkap (mempunyai kapsel) dibutuhkan teknik tersendiri dan biaya yang relatif mahal.  Oleh karena itu, vaksin Coryza yang mengandung konsentrasi kapsel kuman yang relatif tinggi biasanya mempunyai harga yang juga jauh lebih mahal!!!  Jadi, untuk mengurangi kegagalan dalam program vaksinasi Coryza, sangat dianjurkan untuk menggunakan vaksin Coryza yang mengandung komponen sel kuman yang lengkap.

2.  Adjuvan yang digunakan dalam sediaan vaksin juga akan mempengaruhi tingkat kesuksesan program vaksinasi yang dilakukan, karena adjuvan yang digunakan akan mempengaruhi kualitas komponen sel kuman (terutama kapsel) selama penyimpanan vaksin tersebut).  Ada 2 macam adjuvan yang sering digunakan dalam vaksin Coryza:

  • Adjuvan minyak mineral/minyak sintetik.  Biasanya, jika vaksin Coryza menggunakan adjuvan jenis ini mempunyai penampilan seperti sediaan susu (emulsion) atau sediaan w-o-w (water oil in water).
  • Adjuvan Al(OH)3  yang dikombinasi dengan gelatin. Penampilan vaksin Coryza dengan adjuvan jenis ini biasanya jernih dengan sedikit berkabut dan berbusa kalau dikocok.

Beberapa praktisi di lapangan mempunyai pengalaman yang cukup baik dengan vaksin Coryza dengan baik dengan adjuvan minyak maupun dengan jenis adjuvan Al(OH)3 yang ditambah dengan gelatin. DR. Yamamura (dari Nisseiken Institute – Jepang) melaporkan bahwa viskositas sediaan vaksin dengan adjuvan Al(OH)3 sedikit banyak akan menjaga kualitas kapsel yang ada. Sayangnya, adjuvan Al(OH)3 menggertak kekebalan tidak sehebat adjuvan minyak mineral atau minyak nabati. Walaupun memberikan reaksi pasca vaksinasi yang lebih hebat, vaksin Coryza dengan adjuvan minyak ternyata memberikan reaksi imunitas yang lebih baik. Oleh sebab itu, interval pengulangan vaksinasi antara kedua jenis vaksin tersebut tidaklah sama. Kegagalan program vaksinasi Coryza di lapangan mungkin disebabkan oleh kurang pekanya kolega praktisi lapangan dalam menganalisa perbedaan jenis adjuvan ini.

3. Potensi vaksin yang digunakan juga akan mempengaruhi tingkat keberhasilan program vaksinasi.  Untuk vaksin Coryza setidak-setidaknya potensi vaksin yang digunakan adalah 106-108 PFU/ml. Perlu dicatat, harga suatu jenis vaksin selalu berhubungan dengan potensinya!!!

Di lapangan, ada beberapa hal yang patut diperhatikan, agar kerugian akibat kasus Coryza tidak terlalu besar, misalnya:

  • Pastikan berikan vaksinasi Coryza pada flok ayam yang terletak di daerah rawan serangan Coryza, paling tidak satu kali.  Ayam yang pernah mendapatkan vaksinasi Coryza akan mengalami penurunan produksi telur yang tidak begitu hebat.  Demikian juga dengan keparahan kasus, jika terjadi akan jauh lebih ringan (misalnya rendahnya persentasi ayam yang mengalami kebengkakan muka yang hebat).
  • Untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, berikan preparat antiseptika dalam air minum, agar kontaminasi oleh lelehan cairan hidung ayam penderita yang mengandung kuman penyebab tidak poten menjadi media penyebaran kuman penyebab.
  • Segera berikan preparat antibiotika yang sesuai, misalnya preparat sulfa atau fluorokuinolon untuk flok ayam yang menunjukkan gejala kasus Coryza.  Agar kasus tidak berkembang, lama pemberian antibiotika paling tidak 5 hari berturut-turut.
  • Pastikan sirkulasi udara di dalam kandang berjalan baik.  Tingginya kadar amonia dan debu dalam kandang akan memperparah kasus yang terjadi.
  • Umur ayam dalam satu lokasi farm diharapkan tidak terlalu bervariasi.  Adanya variasi umur ayam akan memberikan kesempatan kepada agen penyebab untuk terus bercokol dalam lokasi farm yang bersangkutan.  Ayam yang berbeda umur akan mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap tantangan Coryza di lapangan.

Jaga lalu lintas karyawan ataupun peralatan kandang. Jangan memindahkan peralatan dari flok yang tertular ke flok yang sehat.

Sumber: www.majalahinfovet.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>