Motivasi: Solidaritas dan Pengorbanan

Motivasi, kepemimpinan ,motivasi, pemikiran positif, tanggung jawab, tindakan

Solidaritas dan Pengorbanan

Untuk  membantu orang lain atau menjunjung solidaritas, kita tidak perlu berkorban, melainkan cukup dengan berbagi.

Hari itu istri saya sedang kerepotan membujuk Sindu—anak perempuan kami satu-satunya—untuk makan siang. “Pa, tolong ke sini dan bantu anak perempuan tersayang untuk makan,” pinta istri saya. Tak menunggu lama, saya pun meletakkan koran dan segera menuju Sindu yang tampak ketakutan. Air matanya membasahi muka dan di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi yoghurt (nasi khas India, curd rice).
Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan nasi yoghurt ini. Sementara keluarga kami sangat percaya bahwa makan nasi yoghurt sangat bagus untuk kesehatan
Saya mengambil mangkok dan berkata kepada Sindu, setengah berbisik, ”Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak-teriak sama ayah, lho.”
Tangis Sindu mulai mereda. Ia menghapus air matanya dan berkata, “Boleh ayah, aku akan makan nasi ini semuanya, tapi saya akan minta sesuatu bila habis. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaanku?”
Saya menjawab, “Oh, pasti, sayang.”
Sindu bertanya sekali lagi, “Betul nih, Yah?”
“So pasti,” jawab saya sambil menggenggam tangan Sindu sebagai tanda setuju.
Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hati, saya marah kepada istri dan ibu yang memaksa Sindu memakan sesuatu yang tidak disukainya.
Setelah tuntas, Sindu mendekati dengan mata penuh harap. Ternyata Sindu mau kepalanya dicukur gundul alias botak pada hari Minggu. Kami pun kaget setengah mati.
“Ini permintaan gila. Mana ada perempuan dibotakin? Tidak bisa!” kata istriku keras.
Saya pun mencoba membujuk Sindu, “Kenapa kamu tidak minta hal yang lain? Kami semua akan sedih jika melihatmu botak.”
“Tidak Ayah! Ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu. Ayah juga sudah berjanji untuk memenuhi permintaan saya. Kenapa ayah sekarang mau menjilat ludah sendiri? Bukankah Ayah mengajarkan bahwa kita harus memenuhi janji terhadap seseorang, apapun yang terjadi. Seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala) yang rela memenuhi janjinya dengan memberikan tahta, harta, kekuasaan, bahkan nyawa anaknya sendiri?”
Saya pun menyerah mendengar pernyataan Sindu yang sangat dewasa. Sekarang saatnya memutuskan untuk memenuhi permintaannya. Janji kita harus ditepati. Pada hari minggu, saya pun mengantarnya potong rambut hingga benar-benar gundul.
Keesokan harinya, Senin, saya pun mengantar Sindu sampai ke halaman sekolah. Sindu terlihat percaya diri berjalan ke kelasnya sambil melambaikan tangannya. Sambil tersenyum, saya pun membalas lambaian tangannya.
Tiba-tiba, seorang anak laki-laki keluar dari mobil sambil berteriak, ” Sindu, tolong tunggu saya!”
Saya terkejut saat melihat kepala anak laki-laki itu, yang ternyata botak seperti Sindu. “Wah, mungkin ”botak” sudah jadi model jaman sekarang,” pikir saya.
Beberapa saat kemudian, tanpa memperkenalkan diri, seorang wanita keluar dari mobil dan berkata, “Sindu, benar-benar hebat. Anak saya, Harish, menderita kanker leukemia.”
Wanita itu berhenti sejenak, berusaha membendung air matanya, “Bulan lalu Harish tidak masuk sekolah karena sakit dan harus melalui pengobatan kemoterapi. Akibatnya, kepalanya menjadi botak dan dia tidak mau pergi ke sekolah karena takut diejek teman-teman sekelasnya. Minggu lalu, Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada Harish untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul-betul tidak menyangka jika Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Bapak dan istri Bapak sungguh diberkati Tuhan, mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”
Aku berdiri terpaku dan hampir saja menangis. Sambil memandang ke ruang kelas yang sudah tertutup, saya berkata dalam hati, “Ya Tuhan, terima kasih, anakku hari ini memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga.”
Pembaca yang budiman, banyak makna yang bisa diambil dari kisah menyentuh hati asal India tersebut, tentang janji yang harus ditepati, kasih sayang, solidaritas, dan pengorbanan. Terkadang kita memang harus belajar kepada anak-anak yang tidak terbelenggu oleh pertimbangan-pertimbangan logis ketika hendak melakukan sesuatu. Sementara bagi anak-anak, pengorbanan yang mereka lakukan sama sekali tidak menjadi beban sebagaimana orang dewasa. Pengorbanan itu sedemikian ringan hingga mereka tidak merasa berkorban. Ini hanya soal memberi.
Benar kata Rhonda Byrne, kita tidak perlu pakai istilah berkorban, tetapi memberi atau berbagi. Istilah “berkorban” membuat perasaan kita menjadi berat. Semestinya, untuk membantu orang lain atau menjunjung solidaritas, kita tidak perlu “berkorban”, melainkan cukup dengan “berbagi”. Toh, hasilnya sama saja.
Dalam proses belajar, anak-anak tidak mudah menyerah. Coba lihat ketika mereka belajar berjalan. Ketika berulang kali jatuh dan kepalanya terbentur dinding, mereka tidak berkata “Saya menyerah, saya tidak berbakat berjalan”. Meskipun menangis, ia tetap mencoba. Pada akhirnya, ia bisa berjalan dan kemudian berlari.
Sebagai orang tua, kita merasa harus mendidik anak. Padahal, kita juga harus belajar kepada mereka. ***

 

Sumber : Buku MENGGALI BERLIAN DI KEBUN SENDIRI -Bambang Suharno

Harga buku : Rp. 90.000 belum termasuk ongkir.

Pesan buku Hubungi:

Wawan : 0856 8800 752
Aris : 0856 1555 433
Achmad : 0896 1748 4158

Alamat :
Jln. Rawa Bambu, Gedung ASOHI – Grand Pasar Minggu No.88 A, Jakarta Selatan 12520
Telp : 021-782 9689, Fax : 021-782 0408

No. Rek : PT Gallus Indonesia Utama
BCA : 733 030 1681
MANDIRI : 126 000 2074 119

Koleksi Buku GITAPustaka juga kini tersedia di BUKALAPAK (https://www.bukalapak.com/u/gitapustaka?from=dropdown)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>